MAKALAH TIPIKOR
PERBANDINGAN
CARA PEMBERANTASAN KORUPSI DI BERBAGAI NEGARA
Jinayah siyasah
fakultas
syariah
UIN
SUSKA RIAU, PEKANBARU
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi
Rabbil ‘Alamin... puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, yamg telah
membentangkan jalan keselamatan buat insan dan menerangi mereka dengan pelita
yang terang benderang. Shalawat dan Salam atas Nabi Muhammad SAW yang membawa
petunjuk buat kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Demikian pula, ucapan
keselamatan atas keluarga, sahabat dan pengikut beliau sampai hari kiamat.
Alhamdulillah
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan , kami menyadari bahwa makalah ini
masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh karna itu kami sangat berterima
kasih apabila ada kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu
‘alaikum Wr. Wb.
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Pembahasan
A.
Perbandingan cara pemberantasan korupsi di berbagai negara
1. Di Indonesia
2. Di China
3. Di Singapura
B.
Hukuman Bagi Para Koruptor di Berbagai Negara
1. Di China
2. Di Amerika
3. Di Arab
Saudi
4. Di Malaysia
BAB III
Penutup
Daftar
Pustaka
BAB I
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Di dalam
hiruk-pikuk masyarakat dunia termasuk di Indonesia, dewasa ini terjadi tindak
criminal yang sudah membudaya dan sangat kronis.
Hasil
survey (2004) Political and Economic Risk
Consultancy Ltd. (PERC) menyatakan bahwa korupsi di Indonesia menduduki skor
9,25 di atas India (8,90), Vietnam (8,67), dan Thailand (7,33). Artinya,
Indonesia masih menjadi negara terkorup di Asia. Apabila banyak upaya baik
tingkat legislative, yudikatif, maupun eksekutif untuk memberantas korupsi,
maka timbul pertanyaan apakah korupsi telah membudaya? Mampukah Sistem Pendidikan Nasional dijadikan strategi pemberantasan
korupsi di Indonesia?
Merujuk
pada permasalahan tersebut dan fenomena yang berkembang selama ini, maka kajian
ini dipikir penting untuk mendeskripsikan dan dijadikan salah satu strategi
pemberantasan korupsi di Indonesia dan di berbagai dunia lainnya
2. Rumusan
Masalah
a.
Bagaimana mengatasi korupsi di lingkungan Negara maupun masyarakat?
b. Apa
dampak korupsi di masyarakat?
c.
Apa penyebab korupsi?
3. Tujuan
Salah satu
upaya untuk menghilangkan budaya korupsi
Menyadarkan
masyarakat
Mendidik generasi muda agar tidak melakukan tindak pidana korupsi sehingga
dapat memajukan bangsa dan negara
BAB II
Pembahasan
A. PERBANDINGAN
CARA PEMBERANTASAN KORUPSI DI BERBAGAI NEGARA
1.
PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
Pemberantasan
korupsi di Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu Orde Lama, Orde
Baru, dan Era Reformasi
a. Orde Lama
Dasar
hukum: KUHP (awal) UU 24 tahun 1960
Antara
1951-1956 isu korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti Indonesi Raya
yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi[1] Ruslan Abdulgani menyebabkan Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus
1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi pertama di Indonesia,
dimana atas intervensi PM Ali Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani, sang menteri
luar negeri, gagal ditangkap oleh polisi militer. Sebelumnya, Lie Hok Thay
mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang
diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan
menteri penerangan cabinet Burhanuddin Harahap (cabinet sebelumnya), Syamsudin
Sutan Makmur, dan direktur percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar Lubis
dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai
musuh Soekarno. Nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang
sebagai titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal A.H.
Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil
nasionalisasi di bawah penguasa darurat militer justru melahirkan korupsi
ditubuh TNI.
Jenderal nasution sempat memimpin
tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil. Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam
kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. parman, M.T. Haryono,
dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima
Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto
saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Soeharto
ke Seskoad di bandung. Kasus ini membuat D.I. Panjaitan
menolak pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad.
b. Orde Baru
Pemberantasan
korupsi pada orde baru tidak jauh beda pada masa orde lama. Korupsi orde baru dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.
c. Era Reformasi
Dasar
hukum: UU 31 tahun 1991, UU 20 tahun 2001
Pemberantasan
korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi:
Tim
Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
Komisi
Pemberantasan Korupsi
Kepolisian
Kejaksaan
BPKP
Lembaga
non-pemerintah: media massa, organisasi massa (mis: ICW)
·
Model Upaya Pemberantasan Korupsi
Dengan
adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan
terbentuk sebagai hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah
terbentuknya pemerintahan yang kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap
pengambilan berbagai macam kebijakan pemberantasan tindak KKN sebagai Common
Enemy, sama dengan apa yang diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini dengan
selalu melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap pemerintahan. Dalam
menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah:
Mengerahkan
seluruh stakeholder dalama merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator
terhadap makna KKN
Mengerahkan
dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN
sebagai paying hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi
efek jera, pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak
korupsi, dsb.
Melaksanakan
dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksnakan
penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan
aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas.
Melaksanakan
evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat mekanisme
yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional
lebih independent.
Sehingga tujuan yang diharapkan akan
tercapai yaitu pemerintahan yang bersih dan penyelenggaraan pemerintahan yang
baik dengan melaksanakan seluruh langkah dengan komitmen dan integritas
terutama dimulai dari kepemimpinan dalam pemerintahan sehingga apabila belum
tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah
yang telah ditentukan dimana kkelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.
·
Strategi Pemberantasan Korupsi melalui Pendekatan
Pendidikan
Proses pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika
korupsi merupakan suatu gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah
tanggung jawab moral pendidkan nasional untuk membenahi sebagai upaya
pemberantasan korupsi. Korupsi adalah pelanggaran moral, oleh sebab itu
merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan akademis dari pendidikan
nasional untuk memberantasnya.
Selain UU No. 20 tahun
2001 tentang pemberantasan tindak criminal korupsi[2], diperlukan juga aturan pendukung sebagai bagian dari system di Indonesia
yang diarahkan sebagai usaha preventif dan partisipatif dalam pelaksanaannya
yaitu SISDIKNAS. Hal ini berarti SISDIKNAS selain bertujuan seperti yang telah
dirinci dalam UU NO. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, perlu
secra eksplisit ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk menghilangkan
ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS haruslah secara
proactive menciptakan suatu masyarakat yang demokratis, dan lembaga pendidikan
haruslah menegakkan discipline, yaitu discipline dalam kehidupan bernegara dan
masyarakat yang prularis dan multicultural.
[2] Mochtar
Lubis, Manusia Indonesia: (sebuah pertanggungjawaban), Yayasan Obor
Indonesia (2001)
·
Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia KPK
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk pada
tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di
Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun
2002 mengenai komisi pemberantasan korupsi. Saat ini KPK dipimpin ole 4 orang
wakil ketuanya, yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mohammad Jasin,
Hayono Umar, setelah perpu Plt. KPK ditolak DPR.
a. Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK
x 16 Januari
mantan kapolri Rusdiharjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua karena terlibat
kasus dugaan korupsi pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat
sebagai dubes RI di Malaysia. Dugaan kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo
divonis 2 tahun penjara.
x 14 februari
direktur hukum BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak ditahan karena mereka
menjadi tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar 100 M. mereka
masing-masing dihukum 4 tahun penjara
x 10 april
gubernur BI BUrhanuddin Abdullah ditahan karena diduga telah menggunakan dana
YPPI sebesar 100 M. dia divonis 5 tahun penjara
x 27 november
Aulia Pohan, Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin ditahan
akibat diduga terlibat dalam pengucuran daana YPPI sebesar 100 M.
x dll.
5
b. Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK
a UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 28
thun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN
a UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidaan korupsi
a Peraturan Pemerintah tentang tata cara pelaksanaa peran serta masyarakat
dan pemberian penghargaan dalam pencegahaan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi
a UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
a UU No. 15
tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang
a Peraturan
pemerintah nomor 63 tahun 2005 tentang system manajemen sumber daya manusia KPK
·
Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Korupsi
Korupsi
mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan
nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan
pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campur tangan, dan penipuan
a. Penyogokan:
pesogok dan penerima sogok
Korupsi
memerlukan dua pihak yang korup, yaitu penyogok dan penerima sogok. Pada
beberapa Negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari,
meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
b. Sumbangan kampanye dan “uang lembek”
Pada
arena politik sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi. Namun, lebih sulit
lagijika diharuskan membuktikan ketiadaannya. Oleh karena itu, banyak gossip
yang mengaitkan korupsi dengan seorang polisi.
c. Tindakan korupsi sebagai alat politik
Peristiwa
ini sering terjadi pada kondisi para politisi mencari cara untuk mencoreng
lawan mereka dengan tuduhan korupsi.
d. Mengukur korupsi
Mengukur
korupsi dalam arti atau makna statistic. Untuk membandingkan beberapa Negara
secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelaku pada umumnya ingin
bersembunyi. Lembaga Transparasi Internasional dan beberapa LSM terkemuka di
bidang anti korupsi menyediakan tiga tolak ukr korupsi yang ditertibkan setiap
tahun. Ketiga tolak ukur tersebut adalah:
1.
Indeks presepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa
korup Negara-negara ini)
2.
Barometer korupsi global (berdasar survey pandangan rakyat terhadap pengalaman
mereka tentang korupsi)
3.
Survei pemberi sogok yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing
member sogokan. Bank dunia juga mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi,
termasuk sejumlah indicator pemerintahan.
·
Penyebab Korupsi Merajalela di Indonesia
Di Indonesia, tindakan korupsi dapat disebabkan atau didukung oleh hal-hal
berikut:
1.
Konsentrasi kekuasaan pada si pegambil keputusan yang tidak bertanggungjawab
langsung kepada rakyat, seperti yang terlihat di rezim-rezim yang bukan
demokratis.
2.
Kurangnya transparasi pada pengambilan keputusan pemerintah
3.
Kampanye politik mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan normal
4.
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar
5.
Lemahnya ketertiban hukum
6.
Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa
7.
Gaji pegawai pemerintah sangat kecil
8.
Rakyat yang cuek, tidak tertarik atau mudah dibohongi, yang gagal member
perhatian cukup ke pemilu
9.
Tidak ada control yang cukup untuk mencegah penyuapan
10. Mental aparatut
11. dll.
·
Dampak Korupsi di Berbagai Bidang
a. Bidang
Ekonomi
1. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Chetwynd et al (2003),
korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik
investasi domestik maupun asing.
2. Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan
pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan
pemerintah terhadap masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung
menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa
segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal.
3. Sebagai akibat dampak pertama dan
kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan
kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan
meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
b. Bidang Kesejahteraan Rakyat
1. Korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan
Belanja Nasional kurang jumlahnya. Akibatnya, Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan
pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Hal ini
tentu saja akan menimbulkan keresahan masyarakat.
2. Korupsi juga berdampak pada penurunan
kualitas moral dan akhlak. Baik individual maupun masyarakat secara
keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan
aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan
kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal
sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society,
yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu,
maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman
akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang
dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan).
Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat korupsi yang
tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada
korelasi yang kuat di antara ketiganya.
c. Dampak Korupsi Bagi Rakyat Miskin
Korupsi, tentu
saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa
dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja
Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah
pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM.
Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM
tersebut ; harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya
pendidikan semakin mahal, dan pengangguran bertambah.
Sesungguhnya
korupsi memiliki beberapa dampak yang sangat membahayakan kondisi perekonomian
sebuah bangsa. Dampak-dampak tersebut antara lain:
Pertama,
menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003),
korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun
asing. Mereka mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai
angka 25 persen.
Maksudnya, 1
dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan
ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa.
Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5
persen GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika
menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga
akibat korupsi.Yang juga tidak kalah menarik adalah riset yang dilakukan oleh
Mauro (2002).
Setelah
melakukan studi terhadap 106 negara, ia menyimpulkan bahwa kenaikan 2 poin pada
Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 0-10) akan mendorong peningkatan investasi
lebih dari 4 persen. Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada
setiap kenaikan 1 poin IPK, GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar
1,7 persen setelah melakukan kajian empirik terhadap perekonomian dunia tahun
1999-2004. Tidak hanya itu. Gupta et al (1998) pun menemukan fakta bahwa
penurunan skor IPK sebesar 0,78 akan mengurangi pertumbuhan ekonomi yang
dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8 persen. Ini menunjukkan bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat signifikan dalam
menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Kedua, korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal.
Sebaliknya, pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, maka layanan publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi mengalami peningkatan.
Ketiga, sebagai
akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi
akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Terkait
dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK
sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya,
kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal
ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum
kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat
korupsi.
Keempat, korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling
percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang.
Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan
rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara.
Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling).
Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai
liibasul khauf (pakaian ketakutan).
Terkait dengan
hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat
korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang
tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
Dampak negative korupsi:
1. Korupsi mempersulit demokrasi
dan tata pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan proses formal
2. Korupsi dpat memprsulit
pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan
3. Korupsi merugikan rakyat luas
dan menguntungkan salah satu pihak yaitu pemberi sogok
2.
PEMBERANTASAN
KORUPSI DI SINGAPURA
Singapura
memiliki sebuah pasar ekonomi yang maju dan terbuka, dengan PDB per kapita
kelima tertinggi di dunia. Bidang ekspor,
perindustrian dan jasa merupakan hal yang penting dalam ekonomi Singapura.
Untuk mendukung kesuksesan Singapura dalam bidang ekonomi, juga dibutuhkan
adanya suatu sistem pemberantasan korupsi yang baik.
Korupsi merupakan sebuah penyakit yang ada di hampir seluruh pemerintahan
di dunia. Korupsi harus diberantas agar sebuah negara dapat
membentuk pemerintahan yang bersih dan efektif. Salah satu negara yang dapat
dikatakan berhasil memberantas korupsi adalah Singapura. Menurut sebuah
survey yang dilakukan oleh sebuah perusahaan konsultan yang bermarkas di
Hongkong, Political and Economic Risk Consultancy (PERC), Singapura menduduki
peringkat kelima dunia negara terbersih dari korupsi. Peringkat yang didapat
oleh Singapura ini tidak terlepas dari keberhasilan pemberantasan korupsi.
Pemberantasan
korupsi di Singapura sendiri memiliki sejarah yang panjang. Pemberantasan
korupsi di Singapura berawal dari kegagalan Bagian Antikorupsi Kepolisian
Singapura. Apalagi, setelah seorang pejabat senior kepolisian ditangkap sebab
menerima suap dari pedagang opium. CPIB yang semula menjadi bagian kepolisian
pun dijadikan lembaga mandiri. Gerakan-gerakan pemberantasan korupsi ini
kemudian menguat begitu People's Action Party di bawah pimpinan Lee Kwan
Yew yang berkuasa pada tahun 1959. Lee Kwan Yew memproklamirkan 'perang
terhadap korupsi'.
Beliau
menegaskan: 'no one, not even top government officials are immuned from
investigation and punishment for corruption'. 'Tidak seorang pun, meskipun
pejabat tinggi negara yang kebal dari penyelidikan dan hukuman dari tindak
korupsi'. Tekad Lee Kwan Yew ini didukung dengan disahkannya
Undang-Undang Pencegahan Korupsi (The Prevention of Corruption Act/ PCA) yang
diperbaharui pada tahun 1989 dengan nama The Corruption (Confiscation of
Benefit) Act. Tindak lanjut dari undang-undang ini adalah dibentuknya
lembaga antikorupsi yang independen di negara tersebut, yang diberi nama 'The
Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
3. PEMBERANTASAN KORUPSI DI CHINA
Sejarah telah membuktikan bahwa
China adalah sebuah negara-bangsa yang berhasil melalui berbagai episode
kehidupan, dengan akhir kisah yang tragis maupun bahagia. Dari sebuah bangsa
besar yang dipimpin oleh berbagai dinasti, China harus melewati dulu “masa
penghinaan” oleh kekuatan Eropa sejak pertengahan abad ke-19, sebelum pada
akhirnya “dibebaskan” oleh kekuatan komunis di bawah pimpinan Mao Zedong
pada tahun 1949.
China di masa Mao adalah China yang “benci
tapi rindu” terhadap baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet – sebuah postur
politik luar negeri yang akhirnya membuat China harus mengisolasi dirinya dari
pergaulan internasional. China di masa Mao adalah sebuah negara sosialis di
mana negara memainkan peran utama dalam pembangunan perekonomian. Di sektor
industri, misalnya, perusahaan-perusahaan milik pemerintah menghasilkan lebih
dari 60 persen gross value produksi industri. Di sektor urban, pemerintah
adalah satu-satunya agen yang berwenang menetapkan harga komoditas utama, menentukan
distribusi dana investasi, mengalokasikan sumber-sumber energi, mematok tingkat
upah tenaga kerja, serta mengontrol kebijakan finansial dan sistem perbankan.
Sistem perdagangan luar negeri juga menjadi monopoli pemerintah sejak awal
tahun 1950-an.
Korupsi merupakan salah satu
tantangan politik dan ekonomi terbesar yang dihadapi oleh China di abad ke-21.
Korupsi dianggap sebagai salah satu masalah paling besar yang dihadapi China
saat ini karena di samping kerusakan ekonomi, sosial, dan politik yang ditimbulkannya,
sifat distribusi tindak korupsi itu juga sudah sangat luas. Keberhasilan
pembangunan ekonomi China yang menakjubkan semenjak dekade 1990-an, membuat
beberapa ahli merumuskan bahwa pada abad ke-21 ini merupakan “the Chinese
century”. Meski demikian, pengamatan seksama mengenai reformasi ekonomi
menunjukkan bahwa kecermelangan ekonomi China ternyata tidak sebaik seperti
yang diduga. Hal ini dikarenakan ekonomi China menghadapi masalah ketimpangan
pembangunan antara pantai timur dan selatan dengan daera tengah dan barat,
jumlah pengangguran yang tinggi, ketidakbecusan manajemen BUMN, lemahnya sistem
perbankan hingga masalah korupsi.
Korupsi khususnya, telah lama
terjadi di negara ini yang diperkirakan sudah ada sejak zaman Dinasti Zhou
(1027-771 SM). Kasus-kasus korupsi banyak ditemukan dalam berbagai catatan
sejarah dinasti di China. Periode revolusi nasional dan peperangan antarwilayah
menyusul berdirinya Republik Rakyat China pada tahun 1911 juga tidak luput dari
korupsi. Korupsi juga diyakini menjadi salah satu penyebab jatuhnya Guomindang,
sebuah partai nasionalis yang didirikan oleh Sun Yat Sen dalam perang saudara
melawan kekuatan komunis yang berakhir pada tahun 1949. Republik Rakyat China
pada masa pemerintahan Mao Zedong (1949-1976) pun terlibat banyak kasus
korupsi. Dengan dimulainya reformasi ekonomi pada tahun 1979, China menunjukkan
hubungan baru yang kontroversial antara kekayaan dengan kekuasaan.
Melalui ide “getting is glorius, pemimpin
reformasi Deng Xiaoping mendorong rakyat China untuk melakukan yang terbaik
dalam tiap aktivitas ekonomi mereka. Seruan tersebut memberi ruang bagi rakyat
China untuk memaksimalkan usaha menjadi kaya. Namun sayangnya, seruan untuk
berusaha menjadi lebih kaya tersebut disalahartikan menjadi korupsi. Reformasi
ekonomi justru semakin memperluas kesempatan para pejabat untuk memperkaya diri
dengan cara yang tidak sah. Hal ini dikarenakan adanya tradisi guanxi (koneksi)
di kalangan elite yang sangat mendalam dan pandangan tentang uang kaum
reformis, bahwa menjadi kaya itu mulia sehingga memunculkan motivasi untuk
cepat kaya. Reformasi tersebut membuka kesempatan yang luas untuk menjadi kaya
bagi rakyat di negara sosialis-komunis tersebut.
Beberapa kebijakan reformis dibuat
tidak rinci sehingga menghasilkan kelemahan struktural yang menjadi sarana
korupsi. Desentralisasi administratif, sistem harga ganda, perkembangan ekonomi
swasta, serta privatisasi BUMN yang ‘setengah hati’ telah memberikan jalan bagi
koruptor di China. Korupsi yang tersistem tersebut telah membuat China
kehilangan 2-3 % Gross Domestic Product (GDP)-nya. Kader-kader partai mudah
saja menggaji akuntan atau staf lain untuk melakukan money laundering di
luar negeri, sebuah operasi yang difasilitasi oleh integrasi ekonomi China di
pasar global.
Menurut survei di tahun 1998 dan
1999, orang China melihat korupsi sebagai faktor utama yang menyumbang pada
instabilitas sosial. Di tahun 2000, sedikit berubah ketika mereka yang disurvei
menempatkan “pengangguran atau PHK” di atas korupsi sebagai sumber utama
instabilitas sosial. Skandal-skandal keuangan yang menyebar luas menimbulkan
kekacuan di banyak tempat di Cina. Statistik resmi menunjukkan bahwa 30%
perusahaan negara, 60% perusahaan joint venture, 80% perusahaan swasta,
dan hampir semua pemilik toko secara bergantian melakukan kecurangan dalam
pajak. Korupsi yang meluas di China merefleksikan sebuah krisis sosial, politik
yang dalam.
Peristiwa
Tiananmen 8 Juni 1989 menandai berakhirnya tahap revolusioner
gerakan Komunis dan kini para pemimpin China secara terbuka mengakui bahwa
Partai Komunis China (PKC) telah berubah dari alasan pendiriannya sebagai
partai vanguard yang proletarian, para kader Partai kini merasa bahwa
mereka tidak lagi dibatasi oleh etika ortodoks. Banyak di antara mereka melihat
pluralisme ekonomi sebagai kesempatan bagi mereka untuk berbuat curang.
Ketakutan bahwa reformasi ekonomi akan gagal dan tiadanya keyakinan diri bahwa
masyarakat akan tetap stabil dalam jangka waktu yang lama lebih jauh mendorong
mereka untuk cepat menjadi kaya. Slogan Mao “melayani rakyat” telah dibuang
jauh-jauh untuk digantikan motto baru “gunakan kekuasaan sebaik-baiknya selagi
engkau masih berkuasa”.
B.
HUKUMAN BAGI PARA KORUPTOR DI BERBAGAI NEGARA
Ø Hukuman Mati Untuk Koruptor Di China Ditembak Mati Di
Depan Umum
Hukuman mati
untuk Koruptor di China membuktikan jika dengan penegakan hukuman mati tersebut
jumlah koruptor berkurang drastis.
Di China
dilakukan pemutihan semua koruptor yang melakukan korupsi sebelum tahun 1998.
Semua pejabat yang korupsi dianggap bersih, tetapi begitu ada korupsi sehari
sesudah pemutihan, pejabat itu langsung dijatuhi hukuman mati. Hingga Oktober
2007, sebanyak 4.800 pejabat di China dijatuhi hukuman mati.
Ø Di Amerika Koruptor dihukum Mati dengan 100 Tembakan
Amerika saja
sebagai negara yang dikenal sebagai negara menghargai Hak Asasi Manusia (HAM)
tetap memberikan hukuman mati untuk koruptor. Hal tersebut dilakukan karena
mereka sadar bahwa melindungi HAM warga negaranya yang menjadi korban pelaku
koruptor jauh lebih penting daripada harus menghargai ham untuk para koruptor.
Ø Hukuman Mati untuk Koruptor di Arab Saudi Dipenggal
Jika di Arab Saudi sudah jelas
hukumnya karena hukum disana memang sudah diberlakukan untuk mereka yang
mencuri maka hukumanya dipotong tanganya. Tapi khusus untuk Koruptor, bukan
tangan yang dipotong akan tetapi Leher dari koruptorlah yang akan dipotong.
Ø Hukuman Mati untuk Koruptor di Malaysia Digantung
Di negara
tetangga kita Malaysia, mereka juga sudah lebih dulu tegas berani menghukum
mati dengan hukuman gantung untuk koruptor. Hal tersebut juga menjadikan pelaku
korupsi di Malaysia semakin berkurang jika dibandingkan dengan Indonesia.
BAB III
Penutup
1. KESIMPULAN
Cara pemberantasan dan hukuman koruptor antara satu
negara dengan negara lain berbeda-beda, hal ini terlihat dari uraian di atas.
Setiap negara telah berusaha, bagaimana caranya agar para koruptor bisa dibasmi
dari negara masing-masing. Mulai dari zaman dahulu hingga sekarang pemerintah
di setiap negara telah berusaha menangani kasus korupsi dengan serius.
2. SARAN
Kami mengharap kritik dan saran dari ibu dosen atau
teman teman sekalian demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin
dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Grafitti Press,
Jakarta, 2006.
Syahrin,
Alvi. Beberapa Masalah Hukum, PT. Softmedia, Medan, 2009.
Hamzah,
Andi. Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, Gramedia, Jakarta,
1984.
-------------------,
KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta, 1990.
HS
Aulia., Belajarlah ke Negeri Cina, Majalah Panji Masyarakat, No. 19
Tahun IV, 30 Agustus 2000.
Sunggono,
Bmbang. Metodologi Penelitan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakrta 1998
-----------------,
Pidana Mati dalam Negara Pancasila, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
2007.
Prenada
Media, Jakarta, 2003.
0 komentar:
Posting Komentar