Makalah TAFSIR ahkam jinayah siyasah
“HADDU
SARQOTI WA QOT’I THORIQ
HUKUMAN BAGI PENCURI DAN PERAMPOK
(BEGAL)”
Disalin dari Berbagai Sumber
Editor: Mustopa Kamal
Jurusan Hukum
Tata Negara Islam
Fakultas Syariah & Hukum
Uin Suska Riau
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi
Rabbil ‘Alamin... puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, yamg telah
membentangkan jalan keselamatan buat insan dan menerangi mereka dengan pelita
yang terang benderang. Shalawat dan Salam atas Nabi Muhammad SAW yang membawa
petunjuk buat kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Demikian pula, ucapan
keselamatan atas keluarga, sahabat dan pengikut beliau sampai hari kiamat.
Alhamdulillah
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan, kami menyadari bahwa makalah ini
masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh karna itu kami sangat berterima
kasih apabila ada kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu ‘alaikum
Wr. Wb.
ii
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ii
DAFTAR
ISI iii
BAB
I
PENDAHULUAN 1
BAB
II
ISI
DAN PEMBAHASAN 2
BAB
III
PENUTUP 17
DAFTAR
PUSTAKA 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Al quran
merupakan sumber dari segala hukum. Telah kita ketahui bahwa Al quran di
samping berisi tentang masalah keimanan, nilai-nilai moral, juga berisi tentang
beberapa hal yang terkait dengan masalah hukum. Kurang lebih sepertiga ayat Al
quran membicarakan masalah hukum, baik yang terkait dengan hubungan antara
manusia dengan Allah, maupun hal-hal yang terkait dengan hubungan antar sesama
manusia.
Salah satu hukuman yang
disebutkan di dalam Al quran adalah hukuman atas pencuri sebagaimana firman
Allah di dalam Al quran surat al-Maidah 38-39. Pencurian dalam hukum islam
merupakan perbuatan tindak pidana yang berat hukumannya, jika pencurian
tersebut telah memenuhi unsur-unsur pencurian, namun berbeda dengan tindak
pidana dalam hukum positif.
Dalam makalah ini saya akan
mengupas lebih dalam tentang pandangan islam mengenai hukum pencurian sesuai
dengan ayat Al quran, yakni hukuman apa yang dikenakan bagi pelaku pencurian
menurut hukum islam, unsur-unsur apa saja yang dapat dikenakan sanksi pencurian
menurut hukum islam, dan bagaimana penerapan hukuman tersebut, serta bagaimana
hukum pencurian dalam hukum islam dan hukum positif.
BAB II
PEMBAHASAN
HADDU
SARQOTI WA QOT’I THORIQ
HUKUMAN BAGI
PENCURI DAN PERAMPOK (BEGAL)
QS.
AL-MAIDAH: 33-40
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا
أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ
الأرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ
عَظِيمٌ
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, (33).
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, (33).
إِلا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
kecuali orang-orang yang tobat (di antara mereka)
sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (34)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (35)
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih. (36)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (35)
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih. (36)
يُرِيدُونَ أَنْ يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنْهَا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ
Mereka ingin ke luar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat ke luar daripadanya, dan mereka beroleh azab yang kekal. (37)
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (38)
فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Maka barang siapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (39)
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَن
يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (40)
Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (40)
A.
Tafsir QS. Al-Maidah
Perkataan السارق والسارقة pada ayat ke-38 Qs. Almaidah di
atas diambil
dari kata سرقا سرق-
يسرق- yang berarti mencuri. Sedangkan perkataan قطعوا berasal dari kata قطع- يقطع- قطعاyang berarti memotong atau memutuskan. Di dalam kitab Al Jami’ Li Ahkamil
Qur’an disebutkan kata قطع sama
maknanya juga dengan الإبانة والإزالة yang berarti
menceraikan atau menghilangkan.
Kata pencurian berasal dari bahasa arab al- sariqah. Dalam
ensiklopedi fiqh:
السرقة هى اخذ
مال لا حق له فيه من خفية
“ sariqah adalah mengambil suatu harta yang tidak ada hak baginya
dari tempat penyimpanan.”
Abdul Qadir Audah
mendefinisikan pencurian sebagai tindakan mengambil harta orang lain dalam
keadaan sembunyi-sembunyi, yang dimaksudkan dengan mengambil harta orang lain
secara sembunyi-sembunyi adalah mengambilnya tanpa sepengetahuan dan kerelaan
pemiliknya.
Menurut kitab fiqh fathul qarib sariqah menurut bahasa adalah
mengambil harta dengan sembunyi-sembunyi. Sedang menurut syarak ialah mengambil
harta secara sembunyi-sembunyi dan aniaya dari tempat simpanan harta itu tadi.
Menurut Mahmud Syaltut
pencurian adalah mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi yang
dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai menjaga barang .
Pencurian di dalam
ketentuan KUHP Indonesia ialah perbuatan mengambil suatu barang yang seluruhnya
atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan
hukum.
Kata curi artinya mengambil dengan diam-diam, sembunyi-sembunyi
tanpa diketahui orang lain. Mencuri berarti mengambil milik orang lain secara
tidak sah.
Pencurian dalam Islam
merupakan perbuatan tindak pidana yang berat dan dikenakan hukuman potong
tangan apabila harta yang dicuri tersebut bernilai satu nisab pencurian.
Jadi, pencurian adalah mengambil barang yang bukan miliknya dengan
cara yang salah dan tidak dibenarkan di dalam Islam.
Didalam sebuah hadis yang
berhubungan dengan firman Allah seperti yang diatas adalah:
إنما أهلك من
كان قبلكم انه إذا سرق فيهم الشريف تركوه وإذا سرق فيهم الضعيف قطعوه
“ kehancuran umat terdahulu adalah disebabkan apabila yang mencuri
adalah orang-orang terhormat, mereka biarkan saja, sedangkan apabila yang
mencuri rakyat biasa, mereka potong tangannya.” (HR. Albukhari)
Didahulukannya kata pencuri
lelaki dalam ayat ini, atas pencuri perempuan, dan didahulukannya pezina
perempuan atas pezina lelaki (QS.
An-Nur (24): 2), mengisyaratkan bahwa lelaki lebih berani mencuri dari pada
perempuan, sedang perzinahan bila terjadi disebabkan karena keberanian
perempuan melanggar tuntunan ilahi agar tidak menampakkan hiasan mereka, yang
dapat merangsang terjadinya pelanggaran. Para ulama menetapkan makna
pencurian yang dimaksuud oleh ayat ini di samping menetapkan sekian syarat
untuk jatuhnya sanksi hukum di atas.
Mencuri berbeda dengan
korupsi, merampok, mencopet dan merampas. Mencuri
adalah mengambil secara sembunyi-sembunyi barang berharga milik orang lain yang
disimpan oleh pemiliknya pada tempat yang wajar, dan si pencuri tidak diizinkan
untuk memasuki tempat itu.
Dengan
demikian, siapa yang mengambil sesuatu yang bukan miliknya tetapi diamanatkan
kepadanya, maka ia tidak termasuk dalam pengertian mencuri oleh ayat ini,
seperti jika bendaharawan menggelapkan uang. Tidak juga jika mengambil harta,
di mana ada walau sedikit dari harta itu yang menjadi miliknya, seperti dua
orang atau lebih bersyarikat dalam sebuah usaha, atau mengambil dari uang
negara. Tidak juga disebut pencuri orang yang mengambil sesuatu dari satu
tempat yang semestinya barang itu tidak terkunci, bila dimasuki oleh seseorang
lalu mengambil sesuatu yang berharga, maka yang mengambilnya terbebaskan dari
hukum potong tangan ketika itu pemilik toko atau rumah tidak meletakkan barang-barangnya
di tempat wajar, sehingga merangsang yang lemah keberagamaanya untuk mencuri.
Demikian, agama
di samping melarang mencuri, juga melarang pemilik harta membuka peluang bagi
pencuri untuk melakukan kejahatan. Alhasil hukuman ini tidak serta merta dijatuhkan,
apalagi Rasul SAW. bersabda: “hindarilah
menjatuhkan hukuman bila ada dalih untuk menghindarinya.”
Syyidina Umar Ibn
al-khaththab menegaskan: “saya
lebih suka keliru tidak menjatuhkan sanksi hukum karena adanya dalih yang
meringankan dari pada menjatuhkannya secara keliru padahal ada dalih
meringankannya.” Itu sebabnya beliau tidak
menjatuhkan sanksi bagi yang mencuri pada masa krisis atau paceklik. Tidak juga
menjatuhkannya kepada sekelompok karyawan yang mencuri seekor unta karena majikannya
tidak memberikan mereka upah yang wajar. Bahkan yang dijatuhi hukuman ketika
itu oleh Umar ra. adalah sang majikan, yakni Ibn Hathib Ibn Abi balta’ah dengan
mewajibkan membayar kepada pemilik unta yang dicuri dua kali lipat harganya.
Ini tentu bukan berarti
bahwa yang bersangkutan tidak dijatuhi sanksi sama sekali, tetapi yang dimaksud
adalah tidak menjatuhkan had yakni sanksi hukum
seperti potong tangan bagi yang mencuri, mencambuk atau merajam bagi yang
berzina dan membunuh bagi yang membunuh. Sanksi hukum yang harus ditegakkan
sebagai gantinya adalah apa yang diistilahkan dengan ta’zir, yaitu
hukuman yang lebih ringan dari hukuman yang ditetapkan bila bukti pelanggaran
cukup kuat. Ta’zir dapat
berupa hukuman penjara, atau apa saja yang dinilai wajar oleh yang berwenang. (Shihab, 2007: 93-94)
Dalam ayat 38:
surat al-Maidah ini Allah SWT. menetapkan hukum bagi pencuri yang mengambil hak
orang secara sembunyi. Pencuri pria ataupun pencuri wanita hendaknya dipotong
tangannya sampai pergelangannya. Ukuran mencuri yang boleh dipotong tangannya
menurut hadits nabi SAW.:
لا تقطع يد
السارق إلا فى ربع دينار فصاعدا
“tidak dipotong tangan pencuri, kecuali apabila(ia mencuri harta
senilai)seperempat dinar lebih.”(HR.
Ahmad)
Pemotongan
tangan menurut ketentuan hukum ini ditetapkan untuk kemaslahatan umat.
Pencurian adalah pelanggaran akan ketentuan Allah. Yang melanggar batas, wajar
mendapat hukuman, siksaan dari Allah yang maha perkasa lagi bijaksana dalam
syari’at-Nya.
Dengan ayat tersebut
diatas, seolah-olah Allah berfirman: “janganlah
kalian melebihi batas-batas hukum yang telah Aku tetapakan baik berkenaan
dengan hukum mencuri ataupun dosa-dosa besar lainnya. Potong tangan ini
merupakan siksaan dunia yang Ku tetapkan bagi pencuri berdasarkan keluasan
ilmuKu yang mengandung kemaslahatan bagi kalian dan abgi mereka.”
Syari’ah menetapkan
pandangan yang lebih realistis dalam menghukum seorang pelanggar. Tujuan dari
hukuman tersebut adalah memberikan rasa jera guna menghentikan kejahatan
tersebut sehingga bisa diciptakan rasa perdamaian dimasyarakat. Islam adalah
agama yang syumul disebabkan itulah Islam
amat menjaga kepentingan umatnya. Dan setiap manusia itu ada hak pribadinya
masing-masing. Oleh itu barang siapa yang mengambil barang yang bukan
kepunyaannya dengan jalan mencuri lalu dalam agama islam telah ditetapkan hukum had keatasnya.
Islam ingin membangun
umatnya yang sehat. Dengan tujuan membina kedamaian dalam masyarakat, maka
pencurian dianggap sebagai suatu kejahatan dan dosa yang besar. Dalam sebuah
hadist nabi SAW. seorang pencuri bukanlah orang yang beriman pada saat dia
melakukan pencurian:
عن ابن عباس رضي
الله عنه أن النبي صلى الل عليه وسلم قال لا يزنى الزانى حين يزني وهو مؤمن ولا
يسرق حين يسرق وهو مؤمن
diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa sesungguhnya nabi SAW. telah
bersabda:
“ketika seorang penzina berbuat zina, maka dia bukan orang yang
beriman; demikian pula tatkala seorang pencuri melakukan pencurian, maka di
waktu itu dia bukanlah orang yang beriman.” (HR. Albukhari)
Begitu
juga, seorang pencuri dilaknat oleh Allah seperti disebutkan dalam hadist
berikut:
عن ابى هريرة عن
النبي صلى الله عليه وسلم قال: لعن الله السارق يسرق البيضة تنقطع يده ويسرق الحبل
فتقطع يده
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa nabi SAW. Bersabda: “ Allah melaknat pencuri
yang mencuri sebutir telur, hukumannya potong tangan; dan yang mencuri tali
(hukumannya juga) dipotong tangannya.”
Dalam hadis diatas sebutir
telur dikiaskan tombak besi, sedangkan tali dikiaskan alat untuk pergi. Hadis
ini bukan menunjukkan hukuman tapi hanya menunjukkan saking beratnya pencurian
itu. Hadis tersebut menekankan untuk menjerakan kejahatan pencurian karena dari
pencurian kecil, suatu ketika kelak seorang dapat menjadi perampok besar jika dikekang.
Selanjutnya di
dalam QS. al-Maidah ayat 39 Allah SWT. Menerangkan keagungan nikmat-Nya dan
kesempurnaan kemurahan-Nya terhadap mereka yang berdosa, dengan menetapkan
hukum bagi yang bertobat. Orang yang bertobat akan berhenti dari perbuatan zalimnya,
memperbaiki perilakunya serta berjanji tidak akan melakukan lagi perbuatan
zalim serta berbuat baik dalam pergaulan hidup seterusnya dengan mengharap
ridha Allah. Allah SWT. akan mengampuni orang yang bertobat kepada-Nya dan
tidak akan mendapat siksaan apabila diterima tobatnya. Dosa mencuri, menyangkut
hak Allah dan hak kemanusiaan. Dosa terhadap Allah dapat dihapus apabila yang
bersangkutan benar-benar taubat, sedang dosa terhadap sesama manusia karena
mencuri, akan gugur apabila barangnya dikembalikan atau minta maaf kepada yang
bersangkutan
Apabila
laki-laki dan perempuan yang mencuri itu bertobat, sudah dijatuhi hukuman,
memperbaiki hubungan dengan Allah SWT. dan menyesali apa yang sudah
diperbuatnya, Allah SWT. pasti mengampuni dosanya, menutup aibnya dan menghapus
kejahatannya dengan kebaikan. Ampunan Allah SWT. itu amat luas dan rahmatnya
meliputi segala sesuatu. Sesungguhnya Allah SWT. maha menerima tobat lagi maha
penyayang.
B.
Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul atau sebab-sebab turunnya ayat ini disebutkan dalam sebuah riwayat
tentang suatu peristiwa pencurian pada masa Nabi SAW. seorang lelaki mencuri
gandum milik tetangganya, mengambil dan menyimpannya di rumah seseorang. Karena
karung itu sobek, maka ia dapat dilacak. Sementara itu, si empunya mengadu
kepada nabi SAW. tentang barangnya yang dicuri serta mencurigai tetangganya
yang ternyata benar. Nabi SAW. tak menyukai hal ini bahwa mereka mencurigai
tetangganya yang muslim melakukan pencurian. Namun tatkala benar-benar terbukti
bahwa karung tersebut dicuri oleh tetangganya itu, maka dia lari kesemak
belukar dan mati. Ayat Al quran tersebut diatas diturunkan setelah peristiwa
ini terjadi.
C.
Unsur - Unsur Pencurian
Ulama fiqh mengemukakan ada
empat unsur yang harus dipenuhi, sehingga tindakan pengambilan harta orang lain
tersebut sebagai tindakan pidana pencurian. Keempat unsur itu adalah:
1. Pengambilan itu dilakukan
secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi. Artinya, pencurian dilakukan tanpa
sepengetahuan pemilik barang dan pemilik barang tidak rela dengan pengambilan
barangnya itu.
2. Yang dicuri itu bernilai
harta. Ulama fiqh mengemukakan bahwa harta yang dicuri itu memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a. Harta yang dicuri ialah
harta bergerak.
b. Harta yang dicuri bernilai
harta menurut syara’.
c. Harta itu terpelihara
ditempat yang aman.
3. Harta yang dicuri itu milik
orang lain.
4. Pencurian itu dilakukan
secara sengaja oleh pencuri.
D.
Penerapan Hukuman
Sesorang yang mencuri baru dapat
dikenakan hukuman apabila memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut
adalah:
1. Pelaku tindak pidana
haruslah seorang yang baligh dan berakal, karena Rasulullah SAW. menyatakan:
رفع القلم عن
ثلاث عن الصبي حتى يبلغ وعن المجنون حتى يعقل وعن النائم حتى يحتلم
“ pembebanan hukum diangkat dalam tiga hal, yaitu anak kecil sampai
ia mimpi, orang gila sampai ia sebuh, dan orang yang tidur sampai ia bangun.”(HR. Albukhari).
2. Harta yang dicuri
disyaratkan.
3. Pemilik barang yang dicuri,
haruslah benar-benar pemilik barang itu, atau barang itu merupakan amanah
ditangannya.
4. Tempat pencurian haruslah
diwilayah yang didalamnya berlaku hukum Islam.
E.
Alat Bukti Dalam Pidana Pencurian
Untuk menetapkan hukuman
pencurian dihadapan hakim, diperlukan alat dan bukti yang dapat membuktikan
bahwa tindak pidana pencurian itu benar-benar terjadi. Alat bukti dalam tindak
pidana pencurian adalah saksi dan pengakuan.
Untuk saksi disyaratkan:
1. Dua orang pria
2. Orang yang adil
3. Saksi yang menyaksikan
pencurian secara langsung
4. Kesaksian yang diberikan
tidak kadaluarsa.
5. Gugatan diajukan oleh orang
yang berhak menggugat
Adapun kesaksian wanita dalam kasus pencurian, sekalipun jumlahnya
empat orang (ganti dua orang pria) atau lebih, atau satu laki-laki dan dua
orang wanita, menurut jumhur ulama tidak diterima kesaksian mereka adalah:
واستشهدوا
شهيدين من رجالكم......
“dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari laki-laki.”(al Baqarah:282)
Imam Abu Hanifah dalam
penafsirannya lebih liberal dalam memberikan hukuman had pada kasus pencurian
sebagaimana dapat dilihat dari perbandingan pendapat beberapa mazhab hukum
islam berikut ini.
Kalau seorang ayah mengmbil
harta anaknya maka hukuman had potong tangan tak dapat
dikenakan, menurut Imam Abu Hanifah. Imam Malik berkata bahwa hukuman itu tetap
dapat dikenakan kepada si ayah dalam kasus seperti itu. Bila suatu barang
dicuri secara bersama-sama oleh beberapa orang sekalipun nilainya mencapai
nisab, maka tak seorang pun yang akan dihukum potong tangan, begitu juga jika
salah satu pasangan suami istri mengambil milik yang lainnya, menurut Imam Abu
Hanifah tak aka nada hukuman had, tetapi imam Malik berkata
bahwa hukuman itu harus dikenakan. Andaikan saudara atau paman sesoarang
mencuri hartanya, imam Syafi’i, imam Ahmad bin Hanbal dan imam Malik berkata
bahwa hukuman had harus dikenakan kepada si
pelaku, tetapi imam Abu Hanifah berpendapat bahwa tak ada hukuman hadterhadap saudara
dekat seperti itu.
E.
Pencuri Yang Tidak Boleh Dikenakan Hukuman Kesalahan Sariqah
Pencuri yang
tidak boleh dikenakan hukuman kesalahan sariqah ialah:
1) Pencurian yang dilakukan secara khianat, yaitu orang yang
mengambil harta atau barang yang diamanahkan kepadanya. Mereka yang melakukan
kesalahan tersebut tidak boleh didakwa dibawah kasus sariqah (mencuri) dan tidak boleh
dikenakan hukuman hudud, tetapi mereka
itu hendaklah didakwa di bawah kasus kesalahan korupsi yang wajib dikenakan
hukuman takzir.
2) Orang yang mengambil harta atau barang orang lain dengan cara
paksaan dan kekerasan.
3) Orang yang menyambar barang orang lain sambil lalu, yaitu semasa berjalan atau atas kendaraan, termasuk juga pencopet.
3) Orang yang menyambar barang orang lain sambil lalu, yaitu semasa berjalan atau atas kendaraan, termasuk juga pencopet.
4) Pencurian berlaku di medan peperangan.
5) Mengambil buah yang tergantung di atas dahannya karena sangat
lapar dan dahaga.
F.
Hukuman Karena Kesalahan Mencuri
Siapa yang melakukan
kesalahan mencuri wajib dikenakan hukuman hudud sebagaimana yang
dikehendaki oleh hukum syara’.
1) Mencuri kali pertama
hendaklah dipotong tangan kanannya.
2) Mencuri kali yang kedua
hendaklah dipotong kaki kirinya dan,
3) Mencuri kali ketiga dan
berikutnya hendaklah dikenakan hukuman takzir dan dan dipenjarakan
sehingga ia terbunuh.
G.
Kontekstualisasi Ayat dengan Kehidupan Sekarang
Hukum islam vs
hukum positif memang sangat bertentangan, hukuman pencurian yang telah tertulis
dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) di Indonesia yaitu bahwa
bararangsiapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya, atau sebagian kepunyaan
orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena
pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda
paling banyak Sembilan ratus rupiah. Sedangkan sanksi pencurian dalam hukum
Islam dikenai hukuman potong tangan jika harta yang dicuri telah mencapai
seperempat dinar.
Di Indonesia
saat ini sangat sulit untuk menerapkan hukum Islam karena Indonesia terdapat 5
agama yang hukumnya sulit disatukan, kemudian para pembuat hukum di Negeri ini
juga belum baik karena mereka membuat aturan untuk kepentingan mereka pribadi
tanpa memikirkan kemaslahatan umat manusia. Tetapi juga tidak menutup
kemungkinan suatu saat Negara ini bisa menerapkan hukum Islam karna tak ada
hukum yang lebih baik kecuali hukum buatan Allah. Untuk itu kita membutuhkan
sosok pemimpin yang mampu menegakkan syariat-syariat Allah. Hukuman Mati dan
Potong Tangan Bagi Koruptor adalah Sanksi berat, baik potong tangan maupun
hukuman mati untuk pelaku tindak pidana korupsi adalah tidak berlebihan. Hal
ini harus menjadi pertimbangan serius bagi para pengambil keputusan dan penegak
hukum. Berikut beberapa hal yang dapat diperhatikan:
1. Potong tangan adalah hukuman yang efektif karena memenuhi 3
unsur, yaitu kemudahan pelaksanaan, biaya murah, dan memberikan efek jera
Potong tangan menimbulkan efek jera karena selain disaksikan
masyarakat luas, juga diumumkan oleh negara (contohnya: bahwa si A sudah
dipotong tangan karena korupsi sekian Milyar, dicantumkan dalam koran nasional).
Potong tangan juga tidak serampangan dalam penerapannya. Harus melibatkan
tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat yang sigap untuk mengobati luka
akibat potong tangan.
2. Kejahatan Korupsi luar biasa efek buruknya bagi bangsa dan
negara serta lintas generasi yang menanggung akibat korupsi. Sehingga tidak
tepat mengkaitkan hukuman potong tangan dan hukuman mati dengan pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM). Maka kita lontarkan pertanyaan kepada mereka yang
mengatakan potong tangan melanggar HAM: “Dimana hak asasi kita-kita yang
“terpaksa” menanggung malu dan hutang serta berbagai kerugian seperti
kemiskinan, kesulitan hidup, kesempitan lapangan kerja, dan lain sebagainya,
akibat kelakuan para koruptor???”
Perlu diketahui, bahwa potong tangan menimbulkan kewajiban negara mengobati luka sampai sembuh. Hukuman mati juga memiliki pertimbangan kemanfaatan, khususnya bagi keluarga yang ditinggalkan.
Perlu diketahui, bahwa potong tangan menimbulkan kewajiban negara mengobati luka sampai sembuh. Hukuman mati juga memiliki pertimbangan kemanfaatan, khususnya bagi keluarga yang ditinggalkan.
Sehingga tidak serta merta diterapkan. (lihat kasus dizaman
Khalifah Umar Ibnu Khattab dimana tidak diterapkan potong tangan bagi seorang
pencuri miskin kelaparan dan yang butuh makan bagi keluarganya). Sehingga
penerapan potong tangan dan hukuman mati adalah selektif kepada mereka yang
secara meyakinkan terbukti memperkaya diri dengan korupsi. Dan mungkin bisa
dibatasi, dengan menerapkan batas minimal uang/harta yang dikorupsi untuk dapat
diancam pidana potong tangan.
3. Apabila potong tangan dan hukuman mati diterapkan, maka negara
tidak perlu lagi pusing-pusing mengeluarkan biaya makan untuk para tahanan korupsi.
Biaya lebih murah bisa didapatkan. Lagipula, apabila tetap dengan hukuman
tahanan seperti selama ini, nanti mereka bisa keluar setelah sekian tahun
menjalani masa tahanan, bahkan bukan tidak mungkin akan korupsi lebih canggih
dari sebelumnya.
Pemerintah dalam hal ini Depkumham butuh dana Rp8000 per sekali
makan bagi tahanan. Jika terpidana korupsi divonis 10 tahun saja maka Depkumham
harus mengeluarkan dana Rp8.000 x 3 kali makan x 10 tahun x 365 hari.Totalnya,
Rp87.600.000. Itu untuk satu koruptor, kalau semakin banyak negara makin boros
padahal uangnya bisa digunakan bagi subsidi rakyat miskin. 4. Pidana mati untuk
koruptor di Indonesia bisa diberlakukan, bila mengacu kepada UU RI No. 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Pasal 2 Ayat 2 menyebutkan Dalam hal tindak pidana korupsi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana
mati dapat dijatuhkan. Yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah apabila tindak
pidana korupsi itu dilakukan bila keadaan negara dalam bahaya, bencana alam
nasional, pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam
keadaan krisis ekonomi dan moneter.
5. Pidana mati dan potong tangan sejalan dengan syariah Islam, dan
karena hukum Islam menjadi salah satu sumber hukum positif, maka seharusnya
penerapan pidana mati dan potong tangan bagi koruptor harus dipertimbangkan.
Walaupun sebagian ahli fikih memperdebatkan masalah perbedaan antara korupsi
dan pencurian, serta hukumannya, maka sebenarnya dalam hukum Islam dikenal
adanya takzir, yaitu hukuman yang semua
ketentuannya ditetapkan oleh hakim. Meski tetap mengacu kepada syariat dari
Allah SWT. juga. Namun khusus untuk hukuman takzir, hakim mendapatkan hak lebih
besar untuk menentukan bentuk dan beratnya hukuman. Apabila kita jeli
memanfaatkan “celah” ini, maka perdebatan fikih tidak perlu ada. Apabila
dianggap korupsi tidak sama dengan mencuri, maka kita bisa manfaatkan takzir dan menerapkan hukuman mati
atau potong tangan bagi koruptor.
6. Perlunya UU Mahkamah Syariah dan UU Pemberantasan Korupsi yang
disempurnakan dengan sanksi hukuman potong tangan. Aneh apabila kita selalu
mendalilkan dengan KUHP buatan penjajah Belanda yang sudah basi itu karena usia
yang sudah lapuk dimakan zaman.
UU Pembuktian Terbalik juga harus kembali diperjuangkan, sepeninggal mantan Kejakgung Prof. Baharuddin Lopa, maka kita kesulitan untuk kembali memperjuangkan UU itu yang katanya berhenti di DPR.
UU Pembuktian Terbalik juga harus kembali diperjuangkan, sepeninggal mantan Kejakgung Prof. Baharuddin Lopa, maka kita kesulitan untuk kembali memperjuangkan UU itu yang katanya berhenti di DPR.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam pembahasan ini dapat
disimpulkan bahwa pencurian adalah mengambil barang yang bukan miliknya dengan
cara yang salah dan tidak dibenarkan di dalam Islam. Di dalam Al quran telah
ditegaskan hukuman bagi pencuri ialah potong tangan, sedangkan penggelapan
dikenakan hukuman ta’zir dan hal ini tentu menjadi
wewenang hakim dalam penjatuhan hukuman tersebut. Pada pencurian dikenal
ukuran-ukuran tertentu yang mengakibatkan jatuhnya hukuman had. Adapun pada
kasus penggelapan tidak dikenal ukuran-ukuran tertentu sejauh mana penggelapan
tersebut harus dikenakan hukuman. Sesorang yang mencuri baru dapat dikenakan
hukuman apabila telah memenuhi beberapa syarat penerapan hukuman.
Dalam hukum
positif tidak diberlakukan hukum potong tangan karena Negara kita masih mengadopsi
hukum belanda serta hukum kita ini dibuat oleh manusia yang mana semata-mata
dibuat untuk kepentingan manusia itu sendiri, lain halnya jika kita mengikuti
hukum Allah yang dibuat untuk kemaslahatan umat manusia, namun berbeda dengan
Daerah Istimewa Aceh yang telah menegakkan hukum Islam.
Islam adalah agama yang
adil dalam memberikan solusi yang tegas bagi para pelaku pencurian maupun
korupsi, ajaran Islam meletakkan hukum pidana Islam sebagai obat terhadap
masyarakat yang sedang sakit, setidaknya mengurangi penyakit masyarakat seperti
kasus-kasus korupsi di Negara ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alqur’an dan Terjemahnya
Hakim, Rahmat. 2010. Hukum Pidana Islam( Fiqh Jinayah). Bandung: CV Pustaka Setia
Muhammad Ali Asshobuni. Tafsir Ahkam
Shihab, M. Quraish. 2007. Tafsir
Al Misbah. Jakarta: Lentera Hati
Solahuddin. 2009. KUHP,
KUHAP, & KUHptd. Jakarta: Visimedia
Yusuf, Imaning. 2009. Fiqh
Jinayah. Palembang: Rafah Press
0 komentar:
Posting Komentar