Info Penting Hari Ini !!!

Selamat Datang di KARYA KAMAL. Apa yang Sedang Sahabat Cari ??? Moga Blog Ini Bisa Membantu Sahabat Semua...!!! Kabar Gembira, Novel Sampan di Seberang akan segera dipublikasikan di blog ini agar para sahabat setia bisa menikmati karya yg pernah menang dalam kompetisi novel ini. Novel "Sampan di Seberang" diangkat dari kisah nyata pengalaman mengabdi di daerah terpencil. Novel "Sampan di Seberang" Tentang Pengabdian, Persahabatan & Kenangan, Tunggu Kehadirannya...!!! Karya Kamal; Novel Jalan Impian, Novel Pardangolan, Novel Sampan di Seberang, Buku Bait Bait Hati & Buku Facebook Mengguncang Dunia Akhirat. __Mustopa Kamal Batubara__ __Facebook: Mustopa Kamal Batubara.__ __Instagram: @kamal_btr.____Twitter: @mustopakamalBTR____Email: mustopakamalbatubara@gmail.com__ __Salam Karya Kamal__

Kamis, 10 Juli 2014


JANGAN PAKSA AKU MURTAD...!!!
Oleh: Mustopa Kamal Btr

Surga dunia telah aku rasakan di tengah hiruk-pikuk kota Medan ini. limaa ruko besar, dua mobil pribadi dan simpanan uang yang banyak di bank telah jadi jaminan hidup keluargaku sampai tujuh keturunan. Dua anak, satu putri menambah kebahagianku bersama sang istri. Apa yang aku inginkan bisa aku dapatkan, karena gelimang harta yang aku punya.
 Tapi apa yang aku bayangkan tidak seindah kenyataan. Sudah beberapa hari ini aku lumpuh tidak bisa lagi berdiri, aku hanya bisa duduk di kursi roda. Tiba-tiba saja penyakit aneh ini menimpaku, aku tidak tahu apa penyebabnya. Mendung mulai menyapa kehidupanku, surga dunia yang telah lama aku rasakan berubah jadi neraka.
Hari-hari ku lalui dengan cerita pilu menyayat hati. Aku jenuh duduk di kursi roda ini, aku ingin kembali merasakan kebahagiaan hidup. Aku kangen rekreasi bersama keluarga keluar negeri, aku kangen nongkrong-nongkrong di kafe. Aku ingin seperti burung-burung yang hidup bebas. Kenapa harus aku yang merasakan derita ini.
“Papa makan dulu ya, biar mama suapin” sahut istriku sambil membawa sepiring nasi.
“Aku nggak selera makan ma, aku jenuh di kursi roda ini terus”
“Iya pa, mama tau. Papa harus makan dulu, biar sehat. Nanti sore biar kita kembali berobat ke rumah sakit”
“Iya ma”
Tiba-tiba konsumen yang membeli sesuatu ke ruko kami menanyakan keadaan ku. Dia terheran-heran melihatku tidak bisa berjalan lagi. Aku mendengarnya bicara dengan salah satu karyawanku yang memakai baju hitam bergari-garis.
“Bapak Kristian sakit ya?” tanya konsumen itu kepada karyawanku.
“Iya. Sudah satu minggu ini bapak sakit”
“Sakit apa?”
“Penyakitnya sangat aneh, bapak tiba-tiba lumpuh. Dokter belum bisa memastikan penyakit yang di derita beliau”
“O... Pak semoga cepat sembuh ya” kata konsumen itu sambil menatapku, aku pun menjawabnya dengan menundukkan kepala.
Karena penyakit yang ku derita tak kunjung sembuh setelah berobat di berbagai rumah sakit terkemuka di Indonesia. Atas kesepakatan keluarga aku dibawa berobat ke Amerika. Aku berobat di salah satu rumah sakit terkenal. Hasilnya tetap saja nihil, aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Aku hampir putus asa dan ingin bunuh diri setelah empat tahun ini hanya bisa duduk di kursi roda.
Malam yang begitu hening, rembulan malam terlihat memperlihatkan rona keindahannya. Istri dan anak-anakku menatih aku ke ranjang tidur. Dengan sekuat tenaga mereka memindahkan aku dari kursi roda ke tempat tidur ini. Aku pun berbaring di kasur berwarna biru muda.
Hari sudah menunjukkan pukul lima pagi, ku bangunkan istriku karena aku merasakan keanehan semalam. Aku bermimpi, mimpinya sungguh aneh sekali.
“Ma, papa mimpi semalam”
“Mimpi apa pa”
“Mimpinya sangat aneh sekali ma”
“Iya pa. Papa ceritakan sama mama”
“Papa mimpi bertemu dengan seorang lelaki memakai pakaian putih. Orangnya tinggi besar, wajahnya memancarkan cahaya. Terus di dalam mimpi itu, dia menyuruh papa memeluk Islam, agar penyakit papa ini sembuh”
“Papa, mimpi itu hanya bunga tidur, tidak bisa kita percaya”
“Tapi mimpi ini sangat aneh sekali ma”
“Iya pa, mama mengerti”
Ternyata mimpi itu tidak hanya datang sekali saja. Tiga malam berturut-turut, mimpi itu selalu membayang-bayangi tidurku. Setiap hari aku ceritakan kepada istriku, akhirnya istriku memaklumi dan membolehkan niatku untuk memeluk agama Islam. Hidup tak semudah yang dibayangkan, sanak keluarga terutama abang-abangku tidak memperbolehkanku untuk memeluk Islam.
“Islam itu agama setan, islam itu agama teroris. Kenapa kamu harus masuk islam?. Mimpi itu hanya bisikan setan saja. Pokoknya kamu tidak saya bolehkan memeluk Islam” kata abang yang paling besar kepadaku.
“Bang, orang berjubah yang ada dalam mimpi itu mengatakan penyakitku akan sembuh kalau aku mau memeluk Islam” jawabku membujuk.
“Pokoknya saya tidak setuju, apapun alasan mu”
“Kalau kamu masuk Islam, jangan panggil saya abangmu lagi”
“Iya bang” jawabku dengan suara sedih.
Karena keinginanku sudah bulat untuk memeluk Islam. Aku ceritakan kepada Haji Ahmad, salah satu konsumen yang sering membeli barang di tokoku bahwa aku ingin sekali memeluk agama Islam. Kemudian beliau memintaku pergi ke tanah Mandailing bertemu dengan Syekh Nurdin pemimpin pesantren Darul Ulum. Aku pun mau menuruti permintaan beliau. Aku belajar ilmu keislaman selama dua tahun enam bulan di pesanteren ini. penyakitku pun telah sembuh, setelah diobati syekh Nurdin.
Aku kembali ke kota Medan setelah sekian lama belajar agama di Mandailing, tanah serambi Mekkah-nya Sumatera Utara. Harta yang aku punya hanya tinggal rumah saja, uang yang pernah  ku simpan di bank sudah habis untuk biayaku berobatku dulu di berbagai rumah sakit. Semua Rukoku juga sudah dijual untuk biaya hidup dan biaya sekolah anak-anakku.
Tapi biarlah harta itu habis, asalkan kesehatanku pulih kembali. Ternyata penyakitku itu adalah guna-guna yang dibuat oleh tetanggaku sendiri. Mereka juga berjualan di ruko samping rukoku. Mereka mungkin cemburu melihat konsumen yang membeli ke tokoku banyak. Hal ini aku ketahui setelah bertanya kepada orang yang ahli melihat guna-guna. Tapi biarlah Allah yang membalas semua perbuatan mereka.
Mentari tidak mampu lagi memancarkan kebahagiaan. Mendung selalu menyelimuti bumi. Aku terpaksa membawa keluarga ke Riau untuk menjaga kebun sawit abang, anak nomor dua. Karena kemiskinan telah mendera, kami sekeluarga terpaksa tinggal di perkebunan sawit ini di pinggiran kota Pekanbaru.
Setelah delapan bulan bekerja di perkebunan sawit ini, tiba-tiba bumi runtuh menimpa kami sekeluarga. Abang datang ke rumahku untuk mengatakan sesuatu, tidak biasanya abang datang dihari minggu. Ketika abang masuk ke rumah bersamaan disaat kami sekeluarga sedang melaksanakan shalat berjamaah. Abang ini pun menyaksikan kami shalat. Abang sangat marah sekali mengetahui keislamanku.
Aku memang sengaja tidak memberi tahu tentang keislamanku kepada abang nomor dua ini, karena aku takut beliau jua tidak menyetujuinya, sama halnya dengan abang yang pertama, yang tidak mau memberi izin aku memeluk Islam.
“Ternyata kalian sudah menghianati saya. Kalian diam-diam sudah masuk Islam”
“Maaf bang, bukan maksudku menghianati abang. Abang kan sudah tahu penyakit yang menimpaku dan sudah mengetahui tentang mimpi yang membayangiku”
“Pokoknya aku tidak mau tau. Kalian harus kembali lagi ke dalam Kristen”
“Bang apa salahnya sih bang, kalau kami memeluk agama Islam”
“Agama Islam itu agama setan, kamu belum tau?. Kalau kamu mau kembali ke Kristen, saya akan menambah gajimu dua kali lipat. Tapi kalau kamu tidak mau, kamu akan saya usir dan jangan panggil saya abang mu lagi, saya tungggu jawabanmu selambat-lambatnya besok”.
Dengan linangan air mata saya suruh istri dan anak-anakku pulang terlebih dahulu ke pesantren yang ada di Mandailing, karena uang yang ada di tanganku hanya pas untuk ongkos tiga orang. Kami pulang ke pesantren, karena Syekh Nurdin pernah mengatakan kepadaku dulu “Jika terjadi sesuatu kepadamu datanglah ke pesantren ini kapan saja, pintu terbuka lebar bagi tamu-tamu yang cinta kepada Allah”
Istri dan anak-anakku sudah terlebih dahulu pulang ke pesantren akan tetapi aku masih luntang lantung di kota Pekanbaru. Aku sejenak singgah di Masjid Almuhajirin untuk shalat. Tidak sengaja aku bertemu dengan seorang pemuda Mandailing yang sedang kuliah di UIN Suska, ia adalah takmir masjid yang aku singgahi. Ku ceritakan kisah hidupku kepadanya, ia terharu mendengar ceritaku.
Kemudian ia membawaku ke tempat pengurus masjid. Tidak ku sangka pengurus masjid itu sangat baik sekali, ia memberiku sedikit uang. Dengan uang yang mereka berikan aku pun bisa pulang ke pesantren. Lebih baik aku pulang ke pesantren dengan tangan hampa dari pada aku dipaksa murtad dari agama Islam.


SELESAI





Related Posts:

0 komentar:

Translate

Jumlah Pembaca

447494

Instagram @kamal_btr