JANGAN
PAKSA AKU MURTAD...!!!
Oleh: Mustopa Kamal Btr
Surga
dunia telah aku rasakan di tengah hiruk-pikuk kota Medan ini. limaa ruko besar,
dua mobil pribadi dan simpanan uang yang banyak di bank telah jadi jaminan
hidup keluargaku sampai tujuh keturunan. Dua anak, satu putri menambah
kebahagianku bersama sang istri. Apa yang aku inginkan bisa aku dapatkan,
karena gelimang harta yang aku punya.
Tapi apa yang aku bayangkan tidak seindah
kenyataan. Sudah beberapa hari ini aku lumpuh tidak bisa lagi berdiri, aku
hanya bisa duduk di kursi roda. Tiba-tiba saja penyakit aneh ini menimpaku, aku
tidak tahu apa penyebabnya. Mendung mulai menyapa kehidupanku, surga dunia yang
telah lama aku rasakan berubah jadi neraka.
Hari-hari
ku lalui dengan cerita pilu menyayat hati. Aku jenuh duduk di kursi roda ini,
aku ingin kembali merasakan kebahagiaan hidup. Aku kangen rekreasi bersama
keluarga keluar negeri, aku kangen nongkrong-nongkrong di kafe. Aku ingin
seperti burung-burung yang hidup bebas. Kenapa harus aku yang merasakan derita
ini.
“Papa
makan dulu ya, biar mama suapin” sahut istriku sambil membawa sepiring nasi.
“Aku
nggak selera makan ma, aku jenuh di kursi roda ini terus”
“Iya
pa, mama tau. Papa harus makan dulu, biar sehat. Nanti sore biar kita kembali
berobat ke rumah sakit”
“Iya
ma”
Tiba-tiba
konsumen yang membeli sesuatu ke ruko kami menanyakan keadaan ku. Dia
terheran-heran melihatku tidak bisa berjalan lagi. Aku mendengarnya bicara
dengan salah satu karyawanku yang memakai baju hitam bergari-garis.
“Bapak
Kristian sakit ya?” tanya konsumen itu kepada karyawanku.
“Iya.
Sudah satu minggu ini bapak sakit”
“Sakit
apa?”
“Penyakitnya
sangat aneh, bapak tiba-tiba lumpuh. Dokter belum bisa memastikan penyakit yang
di derita beliau”
“O...
Pak semoga cepat sembuh ya” kata konsumen itu sambil menatapku, aku pun
menjawabnya dengan menundukkan kepala.
Karena
penyakit yang ku derita tak kunjung sembuh setelah berobat di berbagai rumah
sakit terkemuka di Indonesia. Atas kesepakatan keluarga aku dibawa berobat ke
Amerika. Aku berobat di salah satu rumah sakit terkenal. Hasilnya tetap saja
nihil, aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Aku hampir putus asa dan ingin bunuh
diri setelah empat tahun ini hanya bisa duduk di kursi roda.
Malam
yang begitu hening, rembulan malam terlihat memperlihatkan rona keindahannya.
Istri dan anak-anakku menatih aku ke ranjang tidur. Dengan sekuat tenaga mereka
memindahkan aku dari kursi roda ke tempat tidur ini. Aku pun berbaring di kasur
berwarna biru muda.
Hari
sudah menunjukkan pukul lima pagi, ku bangunkan istriku karena aku merasakan
keanehan semalam. Aku bermimpi, mimpinya sungguh aneh sekali.
“Ma,
papa mimpi semalam”
“Mimpi
apa pa”
“Mimpinya
sangat aneh sekali ma”
“Iya
pa. Papa ceritakan sama mama”
“Papa
mimpi bertemu dengan seorang lelaki memakai pakaian putih. Orangnya tinggi
besar, wajahnya memancarkan cahaya. Terus di dalam mimpi itu, dia menyuruh papa
memeluk Islam, agar penyakit papa ini sembuh”
“Papa,
mimpi itu hanya bunga tidur, tidak bisa kita percaya”
“Tapi
mimpi ini sangat aneh sekali ma”
“Iya
pa, mama mengerti”
Ternyata
mimpi itu tidak hanya datang sekali saja. Tiga malam berturut-turut, mimpi itu
selalu membayang-bayangi tidurku. Setiap hari aku ceritakan kepada istriku,
akhirnya istriku memaklumi dan membolehkan niatku untuk memeluk agama Islam.
Hidup tak semudah yang dibayangkan, sanak keluarga terutama abang-abangku tidak
memperbolehkanku untuk memeluk Islam.
“Islam
itu agama setan, islam itu agama teroris. Kenapa kamu harus masuk islam?. Mimpi
itu hanya bisikan setan saja. Pokoknya kamu tidak saya bolehkan memeluk Islam”
kata abang yang paling besar kepadaku.
“Bang,
orang berjubah yang ada dalam mimpi itu mengatakan penyakitku akan sembuh kalau
aku mau memeluk Islam” jawabku membujuk.
“Pokoknya
saya tidak setuju, apapun alasan mu”
“Kalau
kamu masuk Islam, jangan panggil saya abangmu lagi”
“Iya
bang” jawabku dengan suara sedih.
Karena
keinginanku sudah bulat untuk memeluk Islam. Aku ceritakan kepada Haji Ahmad,
salah satu konsumen yang sering membeli barang di tokoku bahwa aku ingin sekali
memeluk agama Islam. Kemudian beliau memintaku pergi ke tanah Mandailing
bertemu dengan Syekh Nurdin pemimpin pesantren Darul Ulum. Aku pun mau menuruti
permintaan beliau. Aku belajar ilmu keislaman selama dua tahun enam bulan di
pesanteren ini. penyakitku pun telah sembuh, setelah diobati syekh Nurdin.
Aku
kembali ke kota Medan setelah sekian lama belajar agama di Mandailing, tanah
serambi Mekkah-nya Sumatera Utara. Harta yang aku punya hanya tinggal rumah
saja, uang yang pernah ku simpan di bank
sudah habis untuk biayaku berobatku dulu di berbagai rumah sakit. Semua Rukoku
juga sudah dijual untuk biaya hidup dan biaya sekolah anak-anakku.
Tapi
biarlah harta itu habis, asalkan kesehatanku pulih kembali. Ternyata penyakitku
itu adalah guna-guna yang dibuat oleh tetanggaku sendiri. Mereka juga berjualan
di ruko samping rukoku. Mereka mungkin cemburu melihat konsumen yang membeli ke
tokoku banyak. Hal ini aku ketahui setelah bertanya kepada orang yang ahli
melihat guna-guna. Tapi biarlah Allah yang membalas semua perbuatan mereka.
Mentari
tidak mampu lagi memancarkan kebahagiaan. Mendung selalu menyelimuti bumi. Aku
terpaksa membawa keluarga ke Riau untuk menjaga kebun sawit abang, anak nomor
dua. Karena kemiskinan telah mendera, kami sekeluarga terpaksa tinggal di
perkebunan sawit ini di pinggiran kota Pekanbaru.
Setelah
delapan bulan bekerja di perkebunan sawit ini, tiba-tiba bumi runtuh menimpa
kami sekeluarga. Abang datang ke rumahku untuk mengatakan sesuatu, tidak
biasanya abang datang dihari minggu. Ketika abang masuk ke rumah bersamaan
disaat kami sekeluarga sedang melaksanakan shalat berjamaah. Abang ini pun
menyaksikan kami shalat. Abang sangat marah sekali mengetahui keislamanku.
Aku
memang sengaja tidak memberi tahu tentang keislamanku kepada abang nomor dua
ini, karena aku takut beliau jua tidak menyetujuinya, sama halnya dengan abang
yang pertama, yang tidak mau memberi izin aku memeluk Islam.
“Ternyata
kalian sudah menghianati saya. Kalian diam-diam sudah masuk Islam”
“Maaf
bang, bukan maksudku menghianati abang. Abang kan sudah tahu penyakit yang
menimpaku dan sudah mengetahui tentang mimpi yang membayangiku”
“Pokoknya
aku tidak mau tau. Kalian harus kembali lagi ke dalam Kristen”
“Bang
apa salahnya sih bang, kalau kami memeluk agama Islam”
“Agama
Islam itu agama setan, kamu belum tau?. Kalau kamu mau kembali ke Kristen, saya
akan menambah gajimu dua kali lipat. Tapi kalau kamu tidak mau, kamu akan saya
usir dan jangan panggil saya abang mu lagi, saya tungggu jawabanmu
selambat-lambatnya besok”.
Dengan
linangan air mata saya suruh istri dan anak-anakku pulang terlebih dahulu ke
pesantren yang ada di Mandailing, karena uang yang ada di tanganku hanya pas
untuk ongkos tiga orang. Kami pulang ke pesantren, karena Syekh Nurdin pernah
mengatakan kepadaku dulu “Jika terjadi sesuatu kepadamu datanglah ke pesantren
ini kapan saja, pintu terbuka lebar bagi tamu-tamu yang cinta kepada Allah”
Istri
dan anak-anakku sudah terlebih dahulu pulang ke pesantren akan tetapi aku masih
luntang lantung di kota Pekanbaru. Aku sejenak singgah di Masjid Almuhajirin
untuk shalat. Tidak sengaja aku bertemu dengan seorang pemuda Mandailing yang
sedang kuliah di UIN Suska, ia adalah takmir masjid yang aku singgahi. Ku
ceritakan kisah hidupku kepadanya, ia terharu mendengar ceritaku.
Kemudian
ia membawaku ke tempat pengurus masjid. Tidak ku sangka pengurus masjid itu
sangat baik sekali, ia memberiku sedikit uang. Dengan uang yang mereka berikan
aku pun bisa pulang ke pesantren. Lebih baik aku pulang ke pesantren dengan
tangan hampa dari pada aku dipaksa murtad dari agama Islam.
SELESAI
0 komentar:
Posting Komentar