Peran Keluarga dalam Pembentukan
Karakter Anak
Oleh: Mustopa Kamal Batubara
Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullaahi
wa barakaatuh
Hadirin
wal hadirat yang berbahagia. Dewan hakim yang saya muliakan. Rekan-rekan yang
saya banggakan.
“The crisis problems a man of a women from
immemorial is the moral problem (Permasalahan paling krisis yang dihadapi
ummat manusia sejak zaman dahulu kala adalah masalah dekadensi moral)”,
demikian ungkapan Abu A’la Al-maududi dalam bukunya The
Prophet of Islam. Ungkapan sang pemikir Islam tersebut berbanding lurus
dengan apa yang kita saksikan di era globalisasi ini. Para anak bangsa tidak
ada rasa malu lagi berbuat maksiat di hadapan orang tuanya. Mereka tidak
beretika lagi kepada para guru di sekolahnya. Yang salah dianggap benar.
Tontonan dijadikan tuntunan. Semuanya sudah serba terbalik dalam kehidupan.
Kalau kondisinya sudah demikian siapa yang harus kita salahkan ???. Berkaitan
dengan hal tersebut, tergugah hati saya untuk menyampaikan tausiah dengan tema
“Peran Keluarga dalam Pembentukan Karakter Anak”.
Hadirin
sekalian yang saya muliakan
Sungguh ironis, di zaman sekarang ini banyak anak-anak kita
yang terlantar kasih sayang, kurang dipahami dan diperhatikan, sehingga mereka
lebih cendrung tumbuh dengan pengaruh karakter lingkungan yang notabenenya tidak
karu-karuan. Coba kita perhatikan, para pemuda saat ini kerjanya mabuk-mabukan,
berjudi sampai tengah malam dan mengonsumsi berbagai jenis barang haram, na’udzubillaah.
Kalau kita lihat para wanitanya bajunya you can see, roknya rok mini, tumit sandalnya sangat tinggi, tebal
lipstiknya lima inci, jalannya lenggok kanan lenggok kiri, kerjanya tiap hari mondar-mandir
ke sana ke sini, katanya pacarnya anak bupati, ternyata pacarnya hanya sopir
pedati. Benar-benar tidak tahu ? tidak tahu diri. Kalau Bang haji bertemu orang
seperti ini, pasti ia kan berkata, terlalu…!!!
Hadirin wal hadirat rahimakumullaah
Selain itu, pemuda-pemudi zaman sekarang juga lebih cinta
pada kekasihnya dari pada keluarganya. Setiap saat kabar kekasihnya selalu di
tanya, selalu di sms, “Met bobok ya yang,
met mimpi indah”. Beberapa hari kemudian, hp si cewek bordering “Kita
putus” kata cowoknya lewat sms yang baru masuk itu, “Apa kita putus ???”, si cewek
itu pun shok setengah mati ketika membaca sms tadi. Dalam hatinya ia berkata,
semua lelaki sama, tidak punya hati dan rasa. Kalau di film FTV kawula muda
biasanya si cewek yang baru diputuskan si cowok ini biasanya akan curhat lewat
nyanyian,
Kini aku sendiri,
Tiada yang menemani
Semua yang ku sayangi
Telah tiada lagi.
Kalau saya bertemu orang seperti ini, saya pasti akan
membalas nyanyiannya. Saya akan katakan:
Kamu tidak sendiri,
Allah bersamamu
Istighfar sepenuh hati
Moga diampuni
Hadirin sekalian yang berbahagia
Apakah seperti contoh ini semua yang dikatakan sebagai
generasi muda Islam ??? Apakah kita tega, jika kelak kita meninggalkan generasi
kita dalam keadaan demikian ???
Allah SWT berfirman:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan generasi di belakang mereka dalam keadaan lemah, yang
mereka khawatir terhadap kesejahteraannya, oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”
(QS. An-nisa: 9).
Muhammad Rasyid Ridho, seorang Modernis Islam Mesir, dalam
tafsirnya Al-Manar jilid 4 halaman 399 menjelaskan bahwa, kata dhi’afa dalam ayat tersebut mencakup dua
aspek, yakni:
1. Lemah aqidah, yang dapat
mengakibatkan rusaknya moralitas generasi muda
2. Lemah ekonomi yang dapat membutakan
mata hati sehingga mereka menghalalkan berbagai macam cara agar bisa memenuhi
kebutuhan.
Hadirin sekalian yang berbahagia
Secara konseptual, para orangtua
bukan saja hanya berkewajiban untuk menumbuhkan anaknya secara fisik, tetapi
juga memiliki kewajiban dalam pembentukan karakter dan menanamkan nilai-nilai budi
pekerti yang luhur, sebagaimana Imam Baihaqi meriwayatkan hadis dari ‘Aisyah bahwa
nabi bersabda:
“(Orangtua berkewajiban) membaguskan
tempat anaknya dan membaguskan budi pekertinya”. (HR. Baihaqi)
Selain itu, Albert Ensteins, seorang
ilmuwan besar dunia pernah berkata: “Secience
without religion is bland and religion without science is blank (Ilmu tanpa
agama akan buta dan agama tanpa ilmu akan lumpuh)”.
Maka dari itu sudah seharusnya semua
orangtua menyadari kewajiban terhadap anak-anaknya, baik secara fisik,
emosional maupun spiritual agar generasi muda kita kelak dapat menjadi insan
yang kreatif, inovatif, solidaritatif serta mampu menjadi pemimpin yang tangguh
di kemudian hari. Pepatah Arab berbunyi:
“Generasi muda hari ini adalah pemimpin di
kemudian hari.
Demikian
isi tausiah yang dapat saya sampaikan, akhirul kalam:
Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullaahi
wa barakaatuh
0 komentar:
Posting Komentar