Cerpen ini penulis persembahkan kepada para pembaca yang budiman, yang selalu singgah di blog ini ! selamat membaca...!!!
SEPOTONG HATI
UNTUK TUHAN
a cErPeN bY mUSToPa kAM@L bTr
Di
keheningan senja menyapa alam selepas sholat maghrib di rumah, ayah memandangi
wajah mungilku yang sebentar lagi akan duduk di bangku sekolah dasar. Aku balas
pandangan ayah dengan tatapan kasih sayang. Dari raut wajahnya seolah ayah
ingin mengatakan sesuatu padaku, tapi aku tidak tahu apa yang ada dibenak ayah.
Ternyata benar, tiba-tiba ayah berkata kepadaku:
“Nak,
kalau kamu nanti sudah besar ayah akan menyekolahkan kamu ke pesantren, agar
kelak kamu menjadi anak yang saleh”
Aku
menganggukkan kepala, dengan kepolosan wajah menandakan bahwa aku mengiyakan ucapan
ayah.
Seiring
dengan berputarnya waktu mengikuti arah jarum jam, hari ini adalah hari
pertamaku duduk dibangku sekolah dasar SD Negeri 147545 Bange. Aku sangat senang
bertemu dengan guru-guru yang baik hati dan teman baru yang lucu-lucu. Hari-hari
di sekolah ku lalui dengan perasaan riang gembira.
Tiada
terasa enam tahun sudah berlalu, disudut malam bersamaan dengan gerimis hujan
yang menghampiri bumi, ayah mendekati aku di ruang tamu sembari berucap:
“Dayat,
sebentar lagi kan kamu akan lulus SD nak, sebenarnya ayah sangat menginginkan
kamu masuk pesantren, sesuai dengan rencana ayah dulu. Tapi di sisi lain, ayah
belum tega berpisah karena kamu satu-satunya anak lelaki ayah, dan kelihatannya
kamu juga masih terlalu kecil untuk tinggal di asrama”
“Iya
yah, dayat menurut saja sama ayah” jawabku dengan polos.
“Bagaimana
nak kalau kamu masuk pesantrennya nanti setelah lulus SMP?”
“Iya
yah, Dayat setuju”
Setelah
lulus SD, akhirnya aku terlebih dahulu dimasukkan di SMP Negeri Madina, Sumut.
Pergeseran
waktu begitu cepat, sekarang aku telah duduk di bangku kelas tiga Sekolah
Menengah Pertama. Saat ini Aku benar-benar merasakan goncangan jiwa yang tidak
seperti biasanya, setiap hari aku selalu ingin mencoba sesuatu yang belum
pernah aku rasakan.
Di
usia remaja ini, aku ingin lepas sebebas-bebasnya tanpa kekangan dari siapapun.
Kata keluarga, sikapku sangat jauh berubah sembilan puluh derajat dari sebelum
aku kelas tiga, tapi aku tidak mengiraukan omongan mereka.
Ketika
aku nongkrong di kedai samping rumah, tiba-tiba Romi menghampiriku.
“Dayat, nanti malam kita ke diskotik
yuk...!!!” Ucap Romi, sembari mendekat.
“Ngapain
Romi?” jawabku.
“Ngapain
lagi yat, biasa anak muda...”
“Aduh...
rom, aku nggak bisa, aku nggak pernah ke tempat gituan”
“Yat...
Dayat... kamu itu udah gede, kamu bukan anak ingusan lagi, kamu itu harus gaul
men... biar kamu nggak dibilang teman-teman yang lain dengan sebutan cupu bin
katro”
Karena
tidak mau dibilang cupu dan katro, lalu akupun mengiyakan ajakan Romi tersebut.
Aku
susuri persimpangan malam dengan perasaan tidak menentu, ketika pulang dari
diskotik menuju rumah. Setibanya di kamar tidur, aku rebahkan sekujur tubuh di
ranjang bergaris-garis biru, pikiranku tidak karuan seolah ada kekhawatiran dan
perasaan tidak enak. Karena malam sudah larut, aku paksakan mata memejam karena
besok kami akan menerima rapor di sekolah.
Di
bawah terik mentari yang tersenyum sekitar pukul sebelas siang ini, aku pulang
dari sekolahku menuju rumah, dari kejauhan terlihat senyum manis memancar dari dua
orang insan yang sedang menantikan sang anak. Mungkin mereka berharap dihari
penerimaan rapor semester satu ini sang buah hati tetap bisa mempertahankan
rangking satunya.
Aku
tidak tahu lagi harus bagaimana karena nilai raporku turun drastis, dengan
perasaan tidak menentu aku beranikan diri mendekati ayah dan ibu. Melihat nilai
raporku yang sangat jelek, ayah langsung marah kepadaku.
“Kamu
ini gimana sih, nilainya kok bisa jelek gini, kamu ini cuma bisa malu-maluin ayah
saja, beginilah... kalau kamu tidak mau lagi diatur”
“Sudah
pak, mungkin Dayat juga tidak menyangka nilainya begini” jawab ibu, mencoba
meredam kemarahan ayah.
Ayah pun melangkah pergi, meninggalkan aku dan
ibu. Aku tidak ambil pusing terhadap apa yang baru ayah katakan, yang penting
aku tetap bisa happy menjalani hidup.
Setengah
tahun telah berlalu, ketika mentari pamit pulang ke ufuk barat, burung-burung
lalu-lalang menuju peraduan masing-masing dan pelangi menghiasi sore nan indah.
Di dalam rumah, ayah mendekati aku ketika sedang asyik-asyiknya mendengarkan
musik di kamar. Lalu ayah berkata kepadaku:
“Dayat,
satu minggu lagi kan kamu sudah lulus SMP, jadi ayah ingin kamu masuk pesantren
nak, bagaimana menurutmu?”
“Aduh...
aku gak suka sekolah pesantren yah, aku gak berani tinggal di asrama” jawabku
mencari-cari alasan.
Ibu
tiba-tiba mendekati kami, mungkin tadi beliau mendengar pembicaraanku dengan
ayah, lalu ibu memegang tanganku sembari membujuk:
“Nak,
apa yang dikatakan ayahmu demi kebaikan kamu juga”
“Gimana
sih ibu, bukannya mau membela, malah dukung ayah lagi. Mau jadi apa aku nanti
kalau aku sekolah di pesantren?” menyahut ucapan ibu dengan angkuhnya.
“Nak,
kalau ibu dan ayah nanti meninggal, siapa yang akan menyolatkan dan mendoakan
kami di sana?”
hatiku
sontak kaget mendengarkan kata-kata ibu, bagaimana pun juga aku masih mempunyai
hati nurani. Aku sangat terharu mendengarkan ucapan ibu, seorang manusia yang
telah mengorbankan hidup dan matinya untukku sejak dari alam rahim. Sejenak
hatiku luluh mendengarkan ucapan ibu
tadi.
Di
hari minggu ini, cuaca sangat mendung, semendung hati yang aku rasakan. Aku
benar-benar berada dipersimpangan hati, apakah menuruti kemauan kedua orangtua
atau tidak. Tiba-tiba saja ibu menghampiriku dari belakang, dengan suara kasih
sayang ibu berusaha menenangkan kerisauan hatiku. Mungkin tadi ibu
memperhatikan aku ketika duduk di kursi berwarna hitam ini.
“Yat,
ibu tahu hati anak ibu sedang risau, apa yang kamu pikirkan nak?”
“Nggak
ada bu, Cuma kurang fit aja”
“Kamu
tidak boleh bohong sama ibu, pasti kamu masih belum bisa menerima keputusan
ayah dan ibu”
Kemudian
ibu mencoba menenangkan hatiku yang sedang galau tingkat tinggi ini.
“Nak
di dalam tubuh manusia itu ada yang disebut dengan hati, ia ibarat sepotong
roti yang harus dipersembahkan kepada yang pantas kita cintai, kamu ngerti
kan?”
“Iya
bu” Jawabku walaupun aku tidak tahu maksud perkataan ibu.
Dengan
perasaan terpaksa akhirnya aku menuruti permintaan ayah dan ibu. Setelah lulus dari
bangku SMP, aku didaftarkan ke salah satu pondok pesantren. Mendengar aku masuk
pesantren, teman-teman sebaya mengucilkan aku di kampung, tapi aku tidak
terlalu menghiraukannya karena mungkin inilah jalan takdir yang harus aku hadapi.
Awalnya
aku ingin berhenti setelah satu minggu di pondok ini karena berbagai peraturan
yang sangat ketat, berkat dorongan ayah dan ibu akhirnya aku betah juga di
tempat para mujahid ilmu ini. Di pondok ini juga aku benar-benar merasakan
kedamaian hati yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Seolah-olah aku
terlahir kembali menjadi Muslim yang sesungguhnya, bukan hanya Muslim di KTP
saja.
Malam
Jumat tepat pada pukul 12.00 aku terbangun dikeheningan malam, aku teringat
semua kesalahan yang pernah aku perbuat dan juga teringat kepada keluarga di
kampung. Di tengah suara jangkrik yang sahut menyahut, aku mengambil air wuduk,
untuk mengerjakan Shalat Tahajjud. Air mataku bercucuran membasahi sajadah
ketika berdoa dan meminta ampun kepada sang khalik selepas shalat Tahajjud. Setelah
curhat kepada Allah hatiku begitu tenang dan damai.
Ketika
sedang di ranjang tidur, aku teringat kepada perkataan ibu bahwa di dalam tubuh
manusia itu ada yang disebut dengan hati. Hati itu ibarat sepotong roti yang
harus dipersembahkan kepada yang paling pantas kita cintai. Sejenak aku terdiam
bingung seolah ada yang membisikkan maksud dari perkataan ibu kepadaku, pikiranku
langsung terbuka dan tahu jawabannya, maksudnya adalah hati kita itu harus dipersembahkan
kepada yang paling pantas dicintai di jagat raya ini, yakni kepada tuhan. Aku
pun tersenyum sendiri setelah mengetahui maksud dari ucapan ibu itu.
Aku
pun berjanji pada diriku sendiri bahwa kesucian sepotong hati yang ada di dalam
tubuh ini akan aku persembahkan kepada tuhan, dengan mengerjakan segala
perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya. Dari jendela dekat ranjang aku
menatap ke langit, terlihat bulan yang sedang bahagia seolah ia menjadi saksi bisa dari pertaubatanku.
SELESAI
BIODATA
PENULIS
Nama:
Mustopa Kamal Btr
TTL:
Bange, 28 Oktober 1992
Pendidikan: SD Negeri 147545 Bange. MTs Negeri Siabu. Pesantren Musthafawiyah Purbabaru, kab. Madina-Sumut. UIN Suska Riau, Pekanbaru (sedang belajar)
Pendidikan: SD Negeri 147545 Bange. MTs Negeri Siabu. Pesantren Musthafawiyah Purbabaru, kab. Madina-Sumut. UIN Suska Riau, Pekanbaru (sedang belajar)
Motto
Hidup: Long life education
Prestasi:
Juara 1 cerdas cermat bhs. Indonesia (2005). Juara 3 siswa berprestasi (2004).
Juara 3 kesenian tor-tor Mandailing [grup] SD (2005) se-kec. Bukit Malintang.
Juara 1 cipta puisi (2012). Juara 3 baca puisi se-pesantren (2011). Juara 3
Syarhil Qur’an MTQ se-kab. Madina-Sumut (2012). Harapan 2 Syarhil Qur’an
menyambut Tahun Baru Islam se-kab. Madina (2012). Juara 1 Syarhil Qur’an MTQ pesantren
(2013). Juara 2 pidato Bahasa Indonesia Pekan Olahraga dan Seni se-kab. Madina
(2012). Juara 3 pidato Bahasa Indonesia
ulang tahun 1 Abad Pesantren Musthafawiyah se-kab. Madina (2012). Harapan 2
pidato Bahasa Arab ulang tahun NU se-kab. Madina (2012). Harapan 2 pidato Bahasa
Arab MTQ pesantren Musthafawiyah (2013). Peserta Festival Nasyid se-kab.Madina
(2013). Juara 1 lomba Surat Untuk Rektor UIN Sultan Syarif Kasim Riau (Januari 2014).
Karya-karya: Warning...!!! Tsunami facebook Menghempas Dunia (Buku), From No Body to Some Body (Buku Bersama Bg Mr. Albonai), Korupsi Cinta di Tengah Prahara (Cerpen), Love Story in UIN Suska (Cerpen), Senyum Mentari di Musthafawiyah (Cerpen), Sepotong Hati untuk Tuhan (Cerpen), Budaya Melayu Digenerasiku (Cerpen), Umak (Cerpen Bhs. Mandailing), Pengorbanan Ibu (Puisi), Sepucuk Surat untuk Ayah di kampung, Surat untuk Rektor. Dll...
Karya-karya: Warning...!!! Tsunami facebook Menghempas Dunia (Buku), From No Body to Some Body (Buku Bersama Bg Mr. Albonai), Korupsi Cinta di Tengah Prahara (Cerpen), Love Story in UIN Suska (Cerpen), Senyum Mentari di Musthafawiyah (Cerpen), Sepotong Hati untuk Tuhan (Cerpen), Budaya Melayu Digenerasiku (Cerpen), Umak (Cerpen Bhs. Mandailing), Pengorbanan Ibu (Puisi), Sepucuk Surat untuk Ayah di kampung, Surat untuk Rektor. Dll...
Karya-karya Penulis (Selain buku) dapat di baca di:
www.mustopakamalbtr.blogspot.com
www.suarauinsuska.com
www.lokerseni.com
Buletin Makna
Dll.
Buletin Makna
Dll.
0 komentar:
Posting Komentar