Info Penting Hari Ini !!!

Selamat Datang di KARYA KAMAL. Apa yang Sedang Sahabat Cari ??? Moga Blog Ini Bisa Membantu Sahabat Semua...!!! Kabar Gembira, Novel Sampan di Seberang akan segera dipublikasikan di blog ini agar para sahabat setia bisa menikmati karya yg pernah menang dalam kompetisi novel ini. Novel "Sampan di Seberang" diangkat dari kisah nyata pengalaman mengabdi di daerah terpencil. Novel "Sampan di Seberang" Tentang Pengabdian, Persahabatan & Kenangan, Tunggu Kehadirannya...!!! Karya Kamal; Novel Jalan Impian, Novel Pardangolan, Novel Sampan di Seberang, Buku Bait Bait Hati & Buku Facebook Mengguncang Dunia Akhirat. __Mustopa Kamal Batubara__ __Facebook: Mustopa Kamal Batubara.__ __Instagram: @kamal_btr.____Twitter: @mustopakamalBTR____Email: mustopakamalbatubara@gmail.com__ __Salam Karya Kamal__

Selasa, 21 April 2015


BAB II
PEMBAHASAN
HUKUM ISLAM PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA


Asia tenggara adalah suatu tempat bagi penduduk Muslim terbesar di dunia. Islam merupakan agama mayoritas di beberapa negara di kawasan ini, anatara lain di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam.[1] Indonesia sendiri merupakan negara terbesar pertama di dunia yang memiliki jumlah penduduk Muslim, sedangkan secara keseluruhan Indonesia berada di peringkat ke-4 sebagai negara berpenduduk terbanyak di dunia (Muslim dan non-muslim).
Kedatangan Islam ke Indonesia menempuh proses yang sangat panjang, baik dari segi perkembangan penduduk, budaya maupun perkembangan hukum Islam-nya sendiri. Hukum Islam di Indonesia berkembang dari masa ke masa, baik pada masa sebelum penjajahan, masa penjajahan belanda, masa reformasi dan kontemporer.
Faktor awal kedatangan Belanda ke Indonesia adalah untuk mencari rempah-rempah, kemudian mereka ingin menguasai kekayaan alam yang dimiliki negeri yang luas ini. Sampai pada akhirnya mereka menjajah bangsa Indonesia, walaupun terjadi perlawan dari berbagai kalangan masyarakat pribumi, tetapi mereka tidak menghiraukannya, bahkan mereka tidak segan-segan membunuh orang-orang yang berani melawan dan menentang kehendak mereka.
Secara umum kehadiran mereka disambut kurang simpatik oleh golongan pribumi, hal ini disebabkan kebudayaan dan agama yang mereka bawa tidak sesuai dengan kebudayaan dan agama yang sudah terlebih dulu dianut oleh penduduk pribumi. Mau tidak mau Belanda pun harus menghormati kebudayaan dan agama yang telah berkembang di Indonesia.
Di era penjajahan Belanda, bangsa Indonesia seolah berada dalam “status quo” maksudnya hukum Islam hanyalah sebagai sistem hukum yang berkedudukan mempengaruhi, bukan menjadi sebagai hukum yang secara konkrit dan seluruhnya diterapkan. Penerapan hukum Islam itu diatur dilihat dari kepentingan Belanda, jika masalah-masalah dinilai merugikan kepentingan mereka, maka hal ini akan diatur sesuai wewenang mereka sendiri. Namun sebaliknya jika hukum Islam itu tidak merugikan kepentingan mereka, maka hukum Islam itu akan dibiarkan berlaku.[2] Hukum Islam pada masa ini benar-benar dibatasi, jika tidak sesuai dengan kehendak mereka.
Pembatasan keberlakuan hukum Islam oleh Pemerintah Belanda secara kronologis anatar lain:
1. Pada pertengahan abad 19, Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan Politik Hukum yang Sadar; yaitu kebijakan yang secara sadar ingin menata kembali dan mengubah kehidupan hukum di Indonesia dengan hukum Belanda.[7]
2. Atas dasar nota disampaikan oleh Mr. Scholten van Oud Haarlem, Pemerintah Belanda menginstruksikan penggunaan undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan pribumi dalam hal persengketaan yang terjadi di antara mereka, selama tidak bertentangan dengan asas kepatutan dan keadilan yang diakui umum. Klausa terakhir ini kemudian menempatkan hukum Islam di bawah subordinasi dari hukum Belanda.[8]
3. Atas dasar teori resepsi yang dikeluarkan oleh Snouck Hurgronje, Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1922 kemudian membentuk komisi untuk meninjau ulang wewenang pengadilan agama di Jawa dalam memeriksa kasus-kasus kewarisan (dengan alasan, ia belum diterima oleh hukum adat setempat). [9]
4. Pada tahun 1925, dilakukan perubahan terhadap Pasal 134 ayat 2 Indische Staatsregeling  (yang isinya sama dengan Pasal 78 Regerringsreglement), yang intinya perkara perdata sesama muslim akan diselesaikan dengan hakim agama Islam jika hal itu telah diterima oleh hukum adat.[3]







DAFTAR PUSTAKA


Asril, Hukum Islam Asia Tenggara, Pekanbaru, Suska Press. 2013
Helmiati. Sejarah Islam asia Tenggara. Pekanbaru. Suska Press. 2011



[1] Helmiati. Sejarah Islam asia Tenggara. Pekanbaru. Suska Press. 2011
[2] Asril, Hukum Islam Asia Tenggara, Pekanbaru, Suska Press. 2013
[3] saripedia.wordpress.com

0 komentar:

Translate

Jumlah Pembaca

Instagram @kamal_btr