MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM
"POLITIK ISLAM"
MUSTOPA KAMAL
JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUSKA RIAU
2014
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat
Allah SWT karena telah mencurahkan nikmat kesehatan dan kesempatan agar kami
bisa menyelesaikan makalah ini.Shalawat dan salam tidak lupa kami hadiahkan
kepada nabi besar Muhammad Saw yang telah membawa ummat dari zaman jahiliyah ke
zaman Islamiyah.
Berkat kerjasama dari semua anggota, akhirnya
penyususnan makalah ini dapat terselesaiksan juga. Kami menyadari bahwa
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT dan kami mengucapkan banyak terima kasih
jika ada saran yang membangun dari berbagai pihak.
Pekanbaru
Penulis
|
DAFTAR
ISI
BAB I....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Tujuan................................................................................................................ 2
BAB II..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN..................................................................................................... 3
A. Pengertian Politik Islam............................................................................. ....... 3
B. Norma Politik Dalam Islam........................................................................ .......4
C. Kedudukan Politik Dalam Islam................................................................ .......5
D. Demokrasi Dalam Islam............................................................................ .......6
E. Masyarakat Madani................................................................................... .......6
F. Prinsif-Prinsif Politik Islam......................................................................... .......8
G. Tujuan Politik menurut Islam..................................................................... .....10
H. Kontribusi Ummat Islam Dalam Perpolitikan Nasional........................... .....11
BAB III..................................................................................................................15
PENUTUP.............................................................................................................15
A. Kesimpulan.......................................................................................................15
B. Saran.................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang
terakhir yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril
dengan tujuan untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi
Allah SWT. Banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai ketakwaan di
sisi-Nya atau yang disebut juga dengan kata “Politik”. Karena politik dapat
dikatakan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak sedikit
masyarakat menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang negatif yang harus
dijauhi.
Padahal tidak semestinya selalu begitu, bahkan politik
sangat dibutuhkan dalam hidup beragama. Andai saja kita tidak mempunyai cara
untuk melakukan pendekatan kepada Allah SWT, maka dapat dipastikan kita sebagai
manusia biasa juga tidak akan pernah mencapai kata beriman dan takwa
disisi-Nya, dikarenakan tidak akan pernah tercapai suatu tujuan jika tidak ada
usaha atau cara yang dilakukannya untuk mencapai tujuan tersebut. Realita
inilah yang harus kita ubah dikalangan masyarakat setempat, setidaknya dimulai
dari lingkungan keluarga, masyarakat, kemudian untuk bangsa dan negara kita.
Islam bukanlah suatu ilmu yang harus dipertandingnya
dengan tulisan atau dengan ceramah belaka tanpa diterapkan dalam kehidupan
sehari- hari. Karena islam sangat identik dengan sifat, pemikiran, tingkah
laku, dan perbuatan manusia dalam kehidupan sehari- hari untuk mendekatkan diri
kepada Allah dengan tujuan mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Tentunya untuk mencapai hal tersebut, kita harus mempunyai suatu cara tertentu
yang tidak melanggar ajaran agama dan tidak merugikan umat manusia.
Banyak yang beranggapan bahwa jika agama dimasukkan
dalam suatu politik, maka agama ini tidak akan murni lagi. Namun ada yang
beranggapan lain, karena jika agama tidak menggunakan suatu politik atau cara,
maka agama tersebut tidak akan sampai pada tujuannya. Kalaupun pada
kenyataannya banyak yang tidak berhasil, mungkin cara yang digunakan belum
sempurna dan perlu menambahan ilmu.
Untuk itulah saya sangat berharap kepada pembaca
semua, semoga setelah membaca atau membahas makalah ini, kita semua mampu
menjadikan agama islam agama yang kembali sempurna untuk mengubah akhlak
manusia ke arah yang lebih baik di sisi-Nya, Amin.
1.2. TUJUAN
1.
Mengetahui definisi dari politik islam.
2.
Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan politik islam.
3.
Mengetahui prinsip-prinsip politik luar negeri di dalam islam.
4.
Memahami kontribusi umat islam dalam perpolitikan nasional.
5.
Dapat membandingkan politik yang terjadi pada saat sekarang dengan politik menurut pandangan Islam.
6.
Agar dapat mengetahui dan memahami tentang politik secara Islam.
7.
Dengan mengetahui pandangan politik secara Islam agar kita lebih dapat
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita
serta lebih mendapatkan posisi yang lebih baik di hadapan AllahSWT.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Poltik Islam
Islam bukanlah semata agama (a religion) namun
juga merupakan sistem politik
(a political sistem), Islam lebih dari sekedar agama. Islam
mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik. Islam merupakan
sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan Negara secara bersamaan
(M.Dhiaduddin Rais, 2001:5).
Nabi Muhammad SAW adalah seorang politikus yang
bijaksana. Di Madinah beliau membangun Negara Islam yang pertama dan meletakkan
prinsip-prinsip utama undang-undang Islam. Nabi Muhammad pada waktu yang sama
menjadi kepala agama dan kepala Negara.[1]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian politik
sebagai kata benda ada tiga, yaitu :
(1) pengetahuan mengenai kenegaraan (tentang sistem dan dasar pemerintahan)
(2) segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya)
mengenai
(3) kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu
masalah).
Politik itu identik dengan siasah, yang secara
pembahasannya artinya mengatur. Dalam fikih, siasah meliputi :
1.
Siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)
2.
Siasah Dauliyyah ( Politik yang mengatur hubungan antara satu negara Islam
lainnya)
3.
Siasah Maaliyah (Sistem ekonomi negara)
Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat
mempersatukan kekuatan-kekuatan dan aliran-aliran yang berbeda-beda di
masyarakat. Dalam konsep Islam, kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekrepesi
kekuasaan dan kehendak Allah tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul. Oleh
karena itu penguasa tidaklah memiliki kekuasaan mutlak, ia hanyalah wakil
(khalifah) Allah di muka bumi yang berfungsi untuk membumikan sifat-sifat Allah
dalam kehidupan nyata. Di samping itu, kekuasaan adalah amanah Allah yang
diberikan kepada orang-orang yang berhak memilikinya. Pemegang amanah haruslah
menggunakan kekuasaan itu dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan prinsip-prinsip
dasar yang telah ditetapkan Al-Quran dan Sunnah Rasul.
B. Norma
Politik dalam Islam
Dalam pelaksanaan politik, Islam juga memiliki
norma-norma yang harus diperhatikan. Norma-norma ini merupakan karakteristik
pembeda politik Islam dari system poltik lainnya. Diantara norma-norma itu
ialah :
1.
Poltik merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan, bukan dijadikan
sebagai tujuan akhir atau satu-satunya.
2.
Politik Islam berhubungan dengan kemashlahatan umat.
3.
Kekuasaan mutlak adalah milik Allah.
4.
Manusia diberi amanah sebagai khalifah untuk mengatur ala mini secara baik.
5.
Pengangkatan pemimpin didasari atas prinsip musyawarah.
6.
Ketaatan kepada pemimpin wajib hukumnya setelah taat kepada Allah dan Rasul
.
7.
Islam tidak menentukan secara eksplisit bentuk pemerintahan Negara.
C. Kedudukan Politik Dalam Islam
Terdapat tiga pendapat di kalangan pemikir
muslim tentang kedudukan politik dalam syariatislam. Yaitu :
Pertama, kelompok yang menyatakan
bahwa islamadalah suatu agama yang serbah lengkap didalamnya terdapat pula
antara lainsystem ketatanegaraan atau politik. Kemudian lahir sebuah istilah
yang disebutdengan fikih siasah (system ketatanegaraan dalam islam)
merupakan bagianintegral dari ajaran islam. Lebih jauhkelompok ini
berpendapat bahwa system ketatanegaraan yang harus diteladaniadalah system yang
telah dilaksanakan oleh nabi Muhammad SAW dan oleh parakhulafa al-rasyidin
yaitu sitem khilafah.2[2]
Kedua, kelompok yangberpendirian bahwa
islam adalah agama dalam pengertian barat. Artinya agamatidak ada hubungannya
dengan kenegaraan. Menurut aliran ini nabi Muhammadhanyalah seorang rasul, seperti
rasul-rasul yang lain bertugas menyampaikanrisalah tuhan kepada segenap alam.
Nabi tidak bertugas untuk mendirikan danmemimpin suatu Negara.
Ketiga, menolak bahwaislam adalah agama
yang serba lengkap yang terdapat didalamnya segala sistemketatanegaraan, tetapi
juga menolak pendapat bahwa islam sebagaimana pandanaganbarat yang hanya
mengatur hubungan manusia dengan tuhan. Aliran iniberpendirian bahwa dalam
islam tidak teredapat sistem ketatanegaraan, tetapaiterdapat seperangkat tata
nilai etika bagi kehidupan bernegara.
Sejarah membuktikan bahwa nabi kecuali sebagai rasul,
meminjam istilah harun nasution, kepala agama, jugabeliau adalah kepala negara.
Nabi menguasai suatu wilayah yaitu yastrib yangkemudian menjadi madinah
al-munawwarah sebagai wilayah kekuasaan nabi sekaligusmanjadi pusat
pemerintahannya dengan piagam madinah sebagai aturan dasarkenegaraannya.
Sepeninggal nabi, kedudukan beliau sebagai kepala negaradigantikan abu bakar
yang merupakan hasil kesepakatan tokoh-tokoh sahabat,selanjutnya disebut
khalifah. Sistem pemerintahannya disebut “khalifah”. Sistem“khalifah” ini
berlangsung hingga kepemimpinan berada dibawah kekuasaankhalifah terakhir, ali
“karramah allahu wajhahu”.
D. Demokrasi Dalam Islam
Kedaulatan mutlak dan keesaan Tuhan yang terkandung
dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang terkandung Dalamkonsep khalifah
memberikan kerangka yang dengannya para cendikiawan belakanganini mengembangkan
teori politik tertentu yang dianggap demokratis. Didalamnyatercakup definisi
khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat, tekanan padakesamaan derajat,
manusia, dan kewajiban rakyat sebsgai pengemban pemerintahan.
Demokrasi islam dianggap sebagaisistem yang
mengekuhkan konsep-konsep islam yang sudah lama berakar, yaitumusyawarah
{syura}, persetujuan {ijma’}, dan penilaian interpretative yangmandiri
{ijtihad} .
Musyawarah, konsensus, dan ijtihadmerupakan
konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi islamdalam kerangka
keesaan tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia sebagaikhalifah-nya. Meskipun
istilah-istilah ini banyak diperdebatkan maknanya, namunlepas dari ramainya
perdebatan maknanya didunia islam, istilah-istilah inimemberi landasan yang
efektif untuk memahami hubungan antara islam dandemokrasi di dunia kontemporer.
E. Masyarakat Madani
Masayarakat madani adalah masyarakat yang beradap,
menjunjung tinggi nilai-nilaikemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Karenaitu didalam ilmu filsafat, sejak filsafat
yunani sampai msaa filsafat islamjuga dikenal istilah madinah atau polis, yang
berarti kota yaitu masyarakatyang maju dan berperadaban. Masyarakat madina
menjadi simbol idealisme yangdiharapkan oleh setiap masyarakat.
Kata madani merupakan penyifatan
terhadap kota madinah, yaitu sifat yang ditunjukanoleh kondisi dan sisyem
kehidupan yang berlaku di kota madinah . kondisi dansistem kehidupan menjadi
popular dan dianggap ideal untuk menggambaraknmasyarakat yang islami, sekalipun
penduduknya terdiri dari berbgai macamkeyakinan. Mereka hidup dengan rukun,
saling membantu, taat hukum, dan menujjukankepercayaan penuh terhadap
kepemimpinannya. aL-qur’an menjadi konstitusi untukmenyelesaikan berbagai
persoalan hidup yang terjadi diantara penduduk madinah.
Perjanjian madinah berisikesepakatan ketiga unsur
masyarakat untuk saling tolong-menolong, menciptakankedamaian, dalam kehidupan
social, menjadikan aL-qur’an sebagai konstitu,menjadikan rasulullah SAW sebagai
pemimpin yang ketaatan penuh terhadapkeputusan-keputusannya, dan memberikan
kebebaan bagi penduduknya untuk memelukagama serta beribadah sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya
Masyarakat madani sebagai masyarakat ideal memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a) BerTuhan
b) Damai
c) Tolong-menolong
d) Toleran
e) Keseimbanagn antara hak dan
kewajiban social
f) Berperadabantinggi
g) Berakhlak mulia
F. Prinsip-prinsip dasar politik Islam
Sistem politik berdasarkan atas tiga
(3) prinsip yaitu :
a) Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilandan kedaulatan hukum tertinggi
dalam sistem politik Islam hanyalah
hak mutlak Allah.
Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhakdisembah) melainkan Dia,
bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, danbagi-Nyalah segala
penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70)
b) Risalah
Risalah bererti bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejakNabi
Adam hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w adalah suatu asas yang penting dalam sistem
politik Islam. Melalui landasan risalah ini lah maka para rasul mewakili kekuasaan
tertinggi Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan,
mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan.
Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima
segala perintahdan larangan Rasulullahs.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah-oerintah
Rasulullahs.a.w dan tidak mengambil selain dari pada Rasulullah s.a.w untuk menjadi
hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka. Firman Allah:
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang
berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan,
supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja di antara
kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepadaAllah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hinggamereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudianmereka
tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamuberikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya.(An-Nisa’: 65)
c) Khalifah
Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumiini adlah
sebagai wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaanyang telah diamanahkanini, maka
manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yangditetapkan.
Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemiliktetapi
hanyalah khalifah atau wakilAllah yang menjadi Pemilik yang sebenar.
Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di mukabumi sesudah
mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus: 14)
Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia
benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Ia menuntun agar tugas khalifah
dipegang oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat berikut:
1 Terdiri dari pada orang-orang
yang benar-benar boleh menerima dan mendukung prinsip-prinsip tanggng jawab
yang terangkum dalam pengertian kkhilafah.
2 Tidak terdiri dari pada orang-orang
zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas-batas yang
ditetapkan olehNya.
3 Terdiri dari pada orang-orang yang berilmu,
berakal sihat, memiliki kecerdasan, kearifan serta kemampuan intelek dan fizikal.
4 Terdiri daripada orang-orang yang
amanah sehingga dapt dipikulkan tanggungjawab kepadamereka dengan yakin
dan tanpa keraguan.
Pemerintahan baru wajib di patuhi kalau politik dan kebijaksanaannya
merujuk kepada Al-Quran dan hadist atau tidak bertentangan dengan keduanya.
G. TUJUAN POLITIK MENURUT ISLAM
Tujuan sistem politik Islam adalahuntuk membangunkan sebuah sistem
pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atasdasar untuk melaksanakan seluruh
hukum syariat Islam. Tujuan utama nya ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul
Islam. Dengan adanya pemerintahan yang mendukung syariat, maka akan tertegaklah
Ad-Din dan berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan-tuntutan Ad-Din
tersebut. Para fuqahak Islam telah menggariskan 10 perkara penting sebagai tujuan
kepada sistem politik dan pemerintahan Islam:
1.
Memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh
ulama salaf dari pada kalangan umat Islam.
2.
Melaksanakan proses pengadilan dikalangan
rakyat dan menyelesaikan masalah dikalangan orang-orang yang berselisih.
3.
Menjagakeamanan daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan
aman dan damai
4.
Melaksanakanhukuman-hukuman yang telah ditetapkan syarak demi melindungi
hak-hak manusia.
5.
Menjaga perbatasan negara dengan
pelbagai persenjataan bagimenghadapi kemungkinan serangan dari pada pihak luar.
6.
Melancarkan jihad terhadap golongan yang menentang Islam.
7.
Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekah sebagaimana yang
ditetapkan syarak.
8.
Mengatur anggara belanjawan dan perbelanjaan dari pada perbendaharaan
negara agar tidakdigunakan secara boros atau kikir.
9.
Melantik pegawai-pegawai yang cekap dan jujur bagi mengawal kekayaan negara
dan menguruskan hal-ehwal pentadbiran negara.
10.
Menjalankan pengawalan dan pemeriksaan yang rapi dalam hal-ehwal awam demi untuk
memimpin negara dan melindungi Ad-Din.
H. Kontribusi
Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional
Kekuasaan tanpa landasan moral, cepat atau lambat
dipastikan akan berdampak buruk bagi tatanan hidup berbangsa dan bernegara. Upaya
untuk membangun dan memelihara kebersa¬maan tinggal sekadar retorika, yang
mencuat justru ego ego berkedok kemunafikan. Posisi dalam struktur
pemerintahan, tidak lagi dianggap sebagai amanah buat memperjuangkan nasib
rakyat, melainkan lahan basah untuk memanjakan hasrat priba¬di atau kepentingan
golongan.
Akibatnya, demi menduduki jabatan tertentu, orang tak segan segan menghalalkan segala cara. Seperti mengeksploita¬si massa untuk unjuk kekuatan, political money untuk merek¬rut dukungan, memanipulasi angka perhitungan dalam pemilu, dan lain sebagainya. Bahkan kalau perlu rakyat dijadikan tumbal dalam rekayasa politik. Sehingga lambat laun lahirlah sebuah citra negatif: politik itu kotor!
Mencermati peta perpolitikan di Indonesia, kalau mau jujur, masih jauh dari gambaran menggembirakan. Nilai nilai kemanu¬siaan, etika moral, sering terabaikan. Dan, umat Islam (penyandang predikat khalifah di muka bumi) sangat tidak layak untuk berdiam diri menyaksikan wajah perpolitikan di negeri ini berlangsung corat marut. Harus ada rasa tergugah untuk melakukan perubahan konstruktif. Munculnya pemikiran reformis dan kreatif dalam penyam¬paian pesan pesan kemanusiaan Islam inilah yang ingin diso¬sialisasikan Ahmad Syafii Maarif, dalam bukunya “Islam & Politik, Upaya membingkai peradaban”.
Akibatnya, demi menduduki jabatan tertentu, orang tak segan segan menghalalkan segala cara. Seperti mengeksploita¬si massa untuk unjuk kekuatan, political money untuk merek¬rut dukungan, memanipulasi angka perhitungan dalam pemilu, dan lain sebagainya. Bahkan kalau perlu rakyat dijadikan tumbal dalam rekayasa politik. Sehingga lambat laun lahirlah sebuah citra negatif: politik itu kotor!
Mencermati peta perpolitikan di Indonesia, kalau mau jujur, masih jauh dari gambaran menggembirakan. Nilai nilai kemanu¬siaan, etika moral, sering terabaikan. Dan, umat Islam (penyandang predikat khalifah di muka bumi) sangat tidak layak untuk berdiam diri menyaksikan wajah perpolitikan di negeri ini berlangsung corat marut. Harus ada rasa tergugah untuk melakukan perubahan konstruktif. Munculnya pemikiran reformis dan kreatif dalam penyam¬paian pesan pesan kemanusiaan Islam inilah yang ingin diso¬sialisasikan Ahmad Syafii Maarif, dalam bukunya “Islam & Politik, Upaya membingkai peradaban”.
Syafii Maarif, optimis Islam akan mampu memberi corak
pertumbuhan dan perkembangan masyarakat yang berwawasan moral. Asalkan Islam
dipahami secara benar dan realistis, tidak diragukan lagi akan berpotensi dan
berpeluang besar untuk ditawarkan sebagai pilar pilar peradaban alternatif di
masa depan. Sumbangsih solusi Islam terhadap masalah masalah kemanusiaan yang
semakin lama semakin komplek ini, baru punya makna historis bila umat Islam
sendiri dapat tampil sebagai umat yang beriman.
Menyikapi tantangan tersebut, hal paling mendasar
adalah bahwa umat Islam tidak boleh terpecah belah oleh dua kutub pemikiran:
antara ilmu agama dan ilmu sekuler. Dengan bekal perpaduan spritual dan
intelektual, maka posisi umat Islam yang semula berada di buritan, dimasa
mendatang dihar¬apkan menjadi lokomotif dalam membangun masyarakat bermoral yang diback up kemantapan ontologi.Kalau mau menelusuri sejauhmana pengaruh
Islam terhadap perpolitikan di Indonesia, akar sejarahnya boleh dikata cukup
panjang. Sejak abad 13, sebelum para kolonial menceng-keramkan kekuasaannya di
Nusantara ini, kita sudah mengenal beberapa kerajaan Islam seperti di Sumatera,
Maluku, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan NTB.
Namun yang paling monumental adalah saat perdebatan
seputar usul konstitusi Indonesia. Daulah Islamiyah bersaing dengan Asas
Pancasila. Format Piagam Jakarta, dengan tujuh kata kuncinya, yakni: dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya, hanya sempat bertahan
selama 57 hari. Sebab pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila dite-tapkan sebagai
dasar filosofis negara. Langkah tersebut merupakan kompromi politik demi
menja¬ga persatuan dan kesatuan, mengingat bangsa ini sangat plural, meski
mereka yang beragama Islam.
Dengan bahasa yang lugas, Syafii Maarif, penulis buku ini, menilai
penamaan negara tidak terlalu fundamental. Yang penting, dalam kehidupan
kolektif cita cita politik Islam dilaksanakan. Wawasan moral tentang kekuasaan
itulah yang dimaksud aspirasi Islam. Bagi Islam, apa yang bernama kekuasaan
politik haruslah dijadikan “kendaraan” penting untuk mencapai tujuan Islam
seperti: penegakkan keadilan, kemerdekaan, humanisme egaliter, yang berlandaskan nilai nilai tauhid.
Sayangnya, sejak Orde Lama hingga tumbangnya Orde Baru
kelompok kelompok santri yang tergabung dalam Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis,
Nahdhatul Ulama, Al Washliyah, PUI (Persatuan Umat Islam), Perti (Persatuan
Tarbiyah Islamiyah), Nahdhatul Wathan, Masyumi dan lain lain telah lumpuh secara
politik dan ekonomi, sehingga kurang terlatih untuk menjadi dewasa dalam peolitik nasional.5
Di masa Orde Baru yang feodal serta otoritarian,
teru¬tama anggota Korpri sekian lama mental mereka terpasung, sehingga tak
punya peluang untuk menawarkan pemikiran alternatif. Mereka cenderung menjadi
corong pemerintah. Tak heran, kalau dalam beberapa pemilu Golkar selalu tampil
sebagai pemenang.
Demikian pula, di era reformasi ini, banyak melahirkan
politisi politisi karbitan yang orientasi perjuangannya Cuma untuk mengincar
kursi jabatan. Mereka begitu gampang berkoar mencaplok slogan “demi kepentingan
bangsa dan negara”, padahal tujuan akhir tak lain adalah untuk kepentingan
pribadi atau kelompok. [4]
Maka, dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya bagi kita semua untuk berpikir jernih, serius, tidak terombang ambing oleh pernyataan pernyataan politik yang a historis. Karena, semua itu penuh racun yang menghancurkan. Golongan santri tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggir sejarah, turut menari menurut irama genderang yang ditabuh pihak lain. Oleh sebab itu, kita perlu menyiapkan para pemain yang handal, berakhlak mulia, profesional, dan punya integritas pribadi yang tang¬guh dan prima (hal 81).
Dengan begitu, umat Islam di negara ini diharapkan tidak lagi termarginalisasi. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin, sehingga tidak mudah dicap sebagai ekstremis atau sempalan. Aliansyah jumbawuya
Maka, dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya bagi kita semua untuk berpikir jernih, serius, tidak terombang ambing oleh pernyataan pernyataan politik yang a historis. Karena, semua itu penuh racun yang menghancurkan. Golongan santri tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggir sejarah, turut menari menurut irama genderang yang ditabuh pihak lain. Oleh sebab itu, kita perlu menyiapkan para pemain yang handal, berakhlak mulia, profesional, dan punya integritas pribadi yang tang¬guh dan prima (hal 81).
Dengan begitu, umat Islam di negara ini diharapkan tidak lagi termarginalisasi. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin, sehingga tidak mudah dicap sebagai ekstremis atau sempalan. Aliansyah jumbawuya
Reaksi:
|
Kontribusi agama Islam dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara
ialah :
1) Politik ialah:
Kemahiran
2) Menghimpun kekuatan
3) Meningkatkan
kwantitas dan kwalitas kekuatan
4) Mengawasi kekuatan
dan
5) Menggunakan kekuatan,
untukmencapai tujuan kekuasaan tertentu didalamnegara atau institut lainnya.
Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan Nasional
sudah dimulai semenjak masa penjajahan (prakemerdekaan).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia diciptakan Allah dengan sifat bawaan
ketergantungan kepada-Nya di samping sifat-sifat keutamaan, kemampuan jasmani
dan rohani yang memungkinkan ia melaksanakan fungsinya sebagai khalifah untuk
memakmuran bumi.
Namun demikian, perlu dikemukakan bahwa dalam
keutamaan manusia itu terdapat pula keterbatasan atau kelemahannya. Karena
kelemahanya itu, manusia tidak mampu mempertahankan dirinya kecuali dengan
bantuan Allah.
Bentuk bantuan Allah itu terutama berupa agama
sebagai pedoman hidup di dunia dalam rangka mencapai kebahagiaan di akhirat
nanti. Dengan bantuan-Nya Allah menunjukkan jalan yang harus di tempuh manusia
untuk mencapai tujuan hidupnya.
Tujuan hidup manusia hanya dapat terwujud jika
manusia mampu mengaktualisasikan hakikat keberadaannya sebagai makhluk utama
yang bertanggung jawab atas tegaknya hukum Tuhan dalam pembangunan kemakmuran
di bumi untuk itu Al-Qur'an yang memuat wahyu Allah, menunjukkan jalan dan
harapan yakni
(1)
agar manusia mewujudkan kehidupan yang sesuai
dengan fitrah (sifat asal atau kesucian)nya,
(2)
mewujudkan kebajikan atau kebaikan dengan
menegakkan hukum,
(3)
memelihara dan memenuhi hak-hak masyarakat dan
pribadi, dan pada saat yang sama memelihara diri atau membebaskan diri dari
kekejian, kemunkaran dan kesewenang-wenangan. Untuk itu di perlukan sebuah
system politik sebagain sarana dan wahana (alat untuk mencapai tujuan) yaitu Politik
Islam.
B.
Saran
Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh, sudah sepatutnya memiliki
peran utama dalam kehidupan politik sebuah negara. Untuk menuju ke arah
integrasi kehidupan masyarakat, negara dan Islam diperlukan ijtihad yang akan
memberikan pedoman bagi anggota parlemen atau politisi dalam menjelaskan
hujahnya dalam berpolitik.
Dan interaksi umat Islam yang hidup dalam alam modern ini dengan politik
akan memberikan pengalaman dan tantangan baru menuju masyarakat yang adil dan
makmur. Berpolitik yang bersih dan sehat akan menambah kepercayaan masyarakat
khususnya di Indonesia bahwa memang Islam mengatur seluruh aspek mulai ekonomi,
sosial, militer, budaya sampai dengan politik.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen
PAI UNP.2006.Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan TinggiUmum, hal
148-151
M.Dhianddin
Rais.2001.Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani. Hal 4-6
Rustam,
Rusyja, Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Andalas Padang. Pendidikan
Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, hal 189-193
Nurcholish
Madjid, 1999. Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, Jakarta:
Paramadina, 1999.
Anwar,
Fuadi, dkk. Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, Padang :
2008
Lopa,
Baharuddin, 1989, Al-Quran dan Hak Asasi Manusia, Yogyakarta
Hasby, Subky, dkk.2007. BUKU
DARAS.PPA UniversitasBramijaya ;Malang
[1]Rustam, Rusyja, Dosen Pendidikan
Agama Islam Universitas Andalas Padang. Pendidikan Agama Islam Di Perguruan
Tinggi Umum, hal 189-193
[2]
Nurcholish Madjid, 1999. Cita-Cita Politik Islam
Era Reformasi, Jakarta: Paramadina, 1999.
[3]
Anwar, Fuadi, dkk. Pendidikan Agama Islam Di
Perguruan Tinggi Umum, Padang : 2008
[4]
M.Dhianddin Rais.2001.Teori
Politik Islam, Jakarta: Gema Insani. Hal 4-6
|
0 komentar:
Posting Komentar