Makalah
Maqorinah madzahib fil jinayah
“kasus
pembunuhan ditinjau dari hukum islam”
Disusun oleh:
Mustopa Kamal
Jinayah siyasah
Fakultas syariah & hukum
UIN SUSKA RIAU
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu
‘AlaikumWr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Puji dan syukur kita
panjatkan kepada Allah SWT. Yang telah membentangkan jalan keselamatan dan
menerangi mereka dengan pelita yang terang benderang. Shalawatdan Salam atas
Nabi Muhammad SAW yang membawa petunjuk buat kehidupan manusia di duniadan di
akhirat. Demikian pula, ucapan keselamatan atas keluarga, sahabat dan pengikut
beliau sampai hari kiamat.
Alhamdulillah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan, kami
menyadari bahwamakalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu kami sangat berterimakasih apabila ada kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu
‘alaikumWr. Wb.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR
ISI
KASUS PEMBUNUHAN DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
A.
Pengertian
Pembunuhan. 4
B. Klasifikasi Delik Pembunuhan. 4
C. Hukuman Bagi Pembunuh Menurut Empat
Madzhab. 7
D.
Hukuman Bagi Pembunuh (Qisas). 11
E. Hukuman Bagi Pembunuh Menurut Saya
(Penyusun Makalah). 12
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan
termasuk ke dalam jaraim perbuatan pidana yang
bersanksikan hukum qisas, yaitu tindakan kejahatan yang
membuat jiwa menderita, baik dalam bentuk hilangnya nyawa maupun terpotong
organ tubuh seseorang.
Dalam hukum pidana yang ditetapkan
kepada si pembunuh para ulama berbeda pendapat. Analisis para ulama ditinjau
dari merdeka atau tidaknya si pembunuh, muslim atau kafir dan lain sebagainya.
Berkaitan dengan hal tersegugah hati penulis untuk menyusun makalah dengan
judul “Kasus Pembunuhan Ditinjau Dari Hukum
Islam”. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
BAB
II
PEMBAHASAN
KASUS
PEMBUNUHAN DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
A. Pengertian
Pembunuhan
Pembunuhan adalah suatu perbuatan
mematikan atau perbuatan yang dapat menghilangkan nyawa orang lain.
Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan
termasuk ke dalam jaraim perbuatan pidana yang
bersanksikan hukum qisas, yaitu tindakan kejahatan yang
membuat jiwa menderita, baik dalam bentuk hilangnya nyawa maupun terpotong
organ tubuh seseorang.
B. Klasifikasi Delik Pembunuhan
Pada
dasarnya delik pembunuhan diklasifikasi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Pembunuhan yang diharamkan yaitu
pembunuhan karena ada unsur permusuhan dan penganiayaan
2. Pembunuhan yang dibenarkan yakni
pembunuhan yang tidak dilatarbelakangi oleh permusuhan, misalnya pembunuhan
yang dilakukan oleh algojo dalam melaksanakan hukuman qisas.
Secara spesifik mayoritas ulama
berpendapat bahwa tindak pidana pembunuhan dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu:
1. Pembunuhan disengaja (qatl al- ‘amd)
Yaitu perbuatan menyengaja suatu
pembunuhan karena adanya sebab permusuhan terhadap orang lain dengan
menggunakan alat yang mematikan, melukai, atau benda-benda yang berat, secara
langsung atau tidak langsung (sebagai akibat dari suatu perbuatan), seperti
menggunakan besi, pedang, kayu besar, pada organ tubuh.
2. Pembunuhan menyerupai sengaja (qatl syibh al-‘amd)
Yaitu menyengaja suatu perbuatan
aniaya terhadap orang lain, dengan alat yang pada umumnya tidak mematikan,
seperti memukul dengan batu kecil, tangan atau tongkat yang ringan, dan
pukulannya bukan pada tempat yang vital (mematikan), yang dipukul bukan anak
kecil atau orang yang lemah.
3. Pembunuhan kesalahan (qatl al-khata’)
Yaitu pembunuhan yang terjadi dengan
tanpa adanya maksud penganiayaan, baik dilihat dari perbuatan maupun orangnya.
Misalnya seseorang melempari pohon atau binatang tetapi mengenai manusia (orang
lain), kemudian mati.
Mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat
dikatagorikan sebagai tindak pidana pembunuhan yaitu
a. Pembunuhan dengan muhaddad,
yaitu menggunakan alat yang tajam, melukai, dan menusuk badan yang dapat
mencabik-cabik anggota badan.
b. Pembunuhan dengan musaqqal,
yaitu alat yang tidak tajam, seperti tongkat dan batu. Mengenai alat ini fuqaha
berbeda pendapat apakah termasuk pembunuhan sengaja yang mewajibkan qisas atau syibh ‘amd yang sengaja mewajibkan diyat.
c. Pembunuhan secara langsung, yaitu
pelaku melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan matinya orang lain secara
langsung (tanpa perantaraan), seperti menyembelih dengan pisau, menembak dengan
pistol, dan lain-lain.
d. Pembunuhan secara tidak langsung
(dengan melakukan sebab-sebab yang dapat mematikan). Artinya dengan melakukan
suatu perbuatan yang pada hakikatnya tidak mematikan tetapi dapat menjadikan
perantara atau sebab kematian.
Adapun sebab-sebab yang mematikan itu
ada tiga macam, yaitu :
1) Sebab Hissiy (perasaan/psikis) seperti paksaan
untuk membunuh.
2) Sebab Syar’i,
seperti persaksian palsu yang membuat terdakwa terbunuh, keputusan hakim untuk
membuat seseorang yang diadilinya dengan kebohongan atau kelicikan (bukan
karena keadilan) untuk
menganiaya secara sengaja.
3) Sebab ‘Urfiy,
seperti menyuguhkan makanan beracun terhadap orang lain yang sedang makan atau
menggali sumur dan menutupinya sehingga ada orang terperosok dan mati.
e. Pembunuhan dengan cara menjatuhkan ke
tempat yang membinasakan, seperti dengan melemparkan atau memasukkan ke kandang
srigala, harimau, ular dan lain sebagainya.
f. Pembunuhan dengan cara menenggelamkan
dan membakar.
g. Pembunuhan dengan cara mencekik.
h. Pembunuhan dengan cara meninggalkan
atau menahannya tanpa memberinya makanan dan minuman.
i. Pembunuhan dengan cara menakut-nakuti
atau mengintimidasi. Pembunuhan tidak hanya terjadi dengan suatu perbuatan
fisik, karena terjadi juga melalui perbuatan ma’nawi yang berpengaruh pada
psikis seseorang, seperti menakut-nakti, mengintimidasi dan lain sebagainya.
Dalam syari’at Islam, pembunuhan diatur
di dalam al-Qur’an
Terjemahnya : Dan barangsiapa yang membunuh seorang
mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan
Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar
baginya.(Q.s An-Nisa’:13)
C. Hukuman Bagi Pembunuh (Qisas)
Qisas adalah istilah dalam bahasa arab yang
berarti pembalasan. Dalam kasus pembunuhan hukum qisas memberikan hak kepada
keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh. Dasarnya hukumnya
adalah:
يا يها ا لذ ين ا منو ا كتب عليكم القصا ص فى القتلى الحر با لحر
ولعبد بلعبد و الا نثى با لا نثى فمن عفي له من ا خيه شي ء فا تبا ع با المعر و ف
و ا د ء اليه با حسا ن ذ ا لك تخفيف من ربكم و رحمة فمن ا عتد ى بعد ذ ا لك فله عذ
ا ب ا ليم
"Hai orang-orang yang beriman
diwajibkan bagi kamu qishash atas orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Barangsiapa
mendapat ma'af dari saudaranya, hendaklah yang mema'afkan mengikuti dengan cara
yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang
memberi ma'af dengan cara yang baik." [Al Baqarah:178]
"Dan Kami tetapkan atas mereka di
dalamnya (Taurat) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung
dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka pun ada
Qisasnya. Barangsiapa yang melepaskan hak Qisas, maka melepaskan hak itu jadi
penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang zalim." [Al
Maa-idah:45]
Meski demikian dikatakan Al Qur'an bila
hak Qisas dilepaskan oleh korban maka itu menjadi penebus dosa bagi mereka.
Keluarga korban dapat memaafkan pembunuh dan meminta penebus dalam bentuk
materi, sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Baqarah, 2 : 178
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af)
membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.
Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat
pedih.
Hadits
riwayat Bukhari ra. Beliau berkata :
Dari Abdullah Ibnu Abbas ra, dia
berkata: Dahulu pada Bani Israil adanya qishash dan tidak ada pada mereka
diyat, lalu Allah berfirman kepada umat ini:”Diwajibkan atas kami qishash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang mendeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat
suatu pema`afan dari saudaranya dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar
(diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”. Abdullah
Ibnu Abbas berkata: “Pemaafan adalah keluarga korban pembunuhan menerima diyat
(tidak menindak Qishash) dalam pembunuhan disengaja”. Ibnu Abbas berkata:
“Mengikuti dengan cara yang baik adalah menuntut (diyat dari pembunuh) dengan
cara yang baik, dan (pembunuh) supaya memenuhi dengan terbaik”.
Adapun
syarat-syarat diberlakukannya Qisas bagi pembunuh adalah
sebagai berikut:
1. Pelaku berakal
2. Balig
3. Disengaja
4. Tidak terpaksa[1]
Yang dimaksud dengan sederajat disini
adalah hanya dalam hal kehambaan dan kekafiran. Oleh sebab itu maka tidak diqisas seorang merdeka yang melukai hamba
sahaya atau memotong anggotanya. Dan tidak pula diqisas seorang
muslim yang melukai kafir zimmi atau memotong anggotanya.
Apabila pelaku melakukan perbuatan
pelukaan tersebut secara sengaja, dan korban tidak memiliki anak, serta korban
dengan pelaku sama di dalam keislaman dan kemerdekaan, maka pelaku diqisas berdasarkan perbuatannya terhadap
korban, misalnya dipotong anggota berdasarkan onggota yang terpotong, melukai
serupa dengan anggota yang terluka. Kecuali
jika korban menghendaki untuk pembayaran diyat atau memaafkan pelaku. Besarnya diyat
disesuaikan dengan jenis dari perbuatan yang dilakukannya terhadap korban.
Syarat-syarat qisas dalam pelukaan:
1.
Tidak adanya kebohongan di
dalam pelaksanaan, maka apabila ada kebohongan maka tidak boleh diqisas,
2.
Memungkinkan untuk dilakukan qisas,
apabila qisas itu tidak
mungkin dilakukan, maka diganti dengan diyat,
3.
Anggota
yang hendak dipotong serupa dengan yang terpotong, baik dalam nama atau bagian
yang telah dilukai, maka tidak dipotong anggota kanan karena anggota kiri,
tidak dipotong tangan karena memotong kaki, tidak dipotong jari-jari yang asli
(sehat) karena memotong jari-jari tambahan,
4.
Adanya kesamaan 2 (dua) anggota,
maksudnya adalah dalam hal kesehatan dan kesempurnaan, maka tidak dipotong
tangan yang sehat karena memotong tangan yang cacat dan tidak diqisas mata yang sehat karena melukai mata
yang sudah buta,
5.
Apabila pelukaan itu pada kepala atau
wajah (asy-syijjaj), maka tidak
dilaksanakan qisas, kecuali anggota itu tidak
berakhir pada tulang, dan setiap pelukaan yang tidak memungkinkan untuk
dilaksanakan qisas, maka tidak dilaksanakan qisas dalam pelukaan yang mengakibatkan
patahnya tulang juga dalam jaifah, akan tetapi diwajibkan diyat atas hal tersebut.
D. Hukuman
Bagi Pembunuh Menurut Empat Madzhab
Para imam mazhab sepakat bahwa orang yang membunuh
tidak kekal di neraka,
dan tobatnya dari dosa membunuh dapat diterima. Para imam mazhab juga sepakat
bahwa seseorang yang membunuh orang Islam yang sama-sama merdeka, dan yang
dibunuh itu bukan anaknya, dengan cara disengaja, maka ia wajib menerima
balasan bunuh (qishash) pula.
Sedangkan jika tuan membunuh budaknya, meskipun dengan sengaja, tidak
dihukum qishash karena seorang
budak itu adalah milik penuh dari tuannya .
Orang kafir yang membunuh orang Islam dihukum bunuh juga.
Demikian menurut kesepakatan para imam mazhab akan tetapi imam madzhab berbeda
pendapat apabila orang Islam membunuh orang dzimmi atau kafir yang mempunyai perjanjian persahabatan.
Syafii dan Hambali mengatakan: Ia tidak dihukum bunuh.
Seperti ini juga pendapat Maliki. Namun, Maliki berpendapat apabila yang
dibunuh adalah orang dzimmi atau
orang yang mempunyai perjanjian persahabatan, atau orang kafir yang dalam
jaminan keamanan, dengan cara tipuan, maka ia dibunuh juga. Tidak dibolehkan
para penguasa memberikan ampunan. Hanafi berkata: Dibunuh jika ia membunuh
orang dzimmi. Sedangkan
jika membunuh orang yang berada dalam jaminan keamanan maka ia tidak boleh
dibunuh pula.
Budak yang membunuh orang merdeka dihukum bunuh. Seperti itu
pula, budak yang membunuh budak. Demikian menurut kesepakatan para imam mazhab.
Menurut pendapat Maliki, Syafii, dan Hambali: Orang merdeka yang membunuh budak
tidak dihukum bunuh. Hanafi berkata: Dihukum bunuh juga.
Para imam mazhab sepakat bahwa seorang anak yang membunuh
salah seorang dari kedua orangtuanya maka ia pun dikenai hukum bunuh pula. Para
imam mazhab berbeda pendapat apabila ayah membunuh anaknya. Hanafi, Syafii, dan
Hambali mengataka: Tidak dikenai hukum bunuh. Maliki berkata: Dikenai hukum
bunuh pula jika perbuatannya dengan sengaja, seperti sengaja direbahkan lalu
disembelih. Sedangkan jika tidak disengaja, seperti ia melemparkan pedang
kepadanya tanpa berniat membunuhnya maka ia tidak dikenai hukum bunuh. Kakek
dalam soal ini sama dengan ayah.
E. Hukuman
Bagi Pembunuh Menurut Saya (Penyusun Makalah)
Menurut saya hukum Qisas sangat pas diterapkan bagi kasus
pembunuhan, yang mana nyawa seseorang yang terbunuh dibalas dengan nyawa
pembunuhnya sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan syariat.
Untuk
kasus orang Islam membunuh dzimmi atau kafir yang mempunyai janji persahabatan,
saya lebih setuju dengan pendapat Imam Malik, yang mana seorang Muslim tersebut
tidak dihukum bunuh, kecuali apabila yang dibunuh adalah orang dzimmi atau orang yang mempunyai
perjanjian persahabatan, atau orang kafir yang dalam jaminan keamanan, dengan
cara tipuan, maka ia dibunuh.
Sedangkan untuk kasus orang yang merdeka membunuh budak saya
lebih setuju dengan pendapat Hanafi yaitu dihukum bunuh juga karena jika tidak
dihukum bunuh seolah-olah memberi peluang bagi orang yang merdeka untuk
membunuh budak dengan semena-mena.
Dan untuk kasus apabila ayah membunuh anaknya, saya lebih
setuju dengan pendapat imam Maliki yaitu dikenai hukum bunuh pula jika
perbuatannya dengan sengaja, seperti sengaja direbahkan lalu disembelih. Sedangkan
jika tidak disengaja, seperti ia melemparkan pedang kepadanya tanpa berniat
membunuhnya maka ia tidak dikenai hukum bunuh.
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan yang telah penyusun uraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan pada hukum pidana Islam delik pembunuhan dikategorikan dalam Jara’im al-Qisas, yaitu tindakan pidana yang bersanksikan hukum qisas. Lebih khususnya lagi adalah penganiayaan merupakan jinayah terhadap selain jiwa yaitu perbuatan yang mengakibatkan orang lain merasa sakit tubuhnya tanpa hilangnya nyawa, sedangkan pembunuhan merupakan jinayah terhadap jiwa yaitu tindakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa, menghilangkan ruh atau jiwa manusia. Ancaman hukuman yang diterapkan terhadap pelaku kedua delik tersebut ada beberapa macam, yaitu qisas.
Dalam beberapa kasus
pembunuhan para imam madzhab berbeda Pendapat tentang hukum qisas yang
diberlakukan, seperti para
imam mazhab berbeda pendapat apabila ayah membunuh anaknya. Hanafi, Syafii, dan
Hambali mengataka: Tidak dikenai hukum bunuh. Maliki berkata: Dikenai hukum
bunuh pula jika perbuatannya dengan sengaja, seperti sengaja direbahkan lalu
disembelih. Sedangkan jika tidak disengaja, seperti ia melemparkan pedang
kepadanya tanpa berniat membunuhnya maka ia tidak dikenai hukum bunuh. Kakek
dalam soal ini sama dengan ayah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali Sodiqin. Hukum
Qisas. Yogyakarta. Tiara Wacana. 2010.
Muhammad
Ali as-Sayis, Sejarah Fikih Islam , alih bahasa Nurhadi AGA, cet. ke-1
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003)
Nico
Ngani dan A. Qiram syamsuddin Meliala, Psikologi Kriminal dalam Teori dan Praktek
Hukum Pidana, cet. ke-1 (Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat, 1985)
Sulaiman
Rasjid, Fiqh Islam, cet. ke-18 (Jakarta:
Attahiriyah, 1981)
0 komentar:
Posting Komentar